Use Everything, Waste Nothing ~ Anthony Bourdain
Sepertinya ungkapan tersebut agak sulit untuk diwujudkan apalagi ketika mengolah bahan makanan. Ini salah satu dilema saya sebagai ibu rumah tangga dimana setiap selesai masak bingung sampahnya dibuang kemana. Apalagi rumah saya tipe perumahan yang jauh dengan tempat pembuangan akhir. Jadilah sampah makanan bertumpuk beberapa hari baru dibuang.
Bau? Iya. Belum lagi, lalat yang suka hinggap. Dilema? Banget. Eh, tapi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) juga bukan solusi terbaik. Membuang ke TPA hanya memindahkan sampah dari rumah tapi tidak memberikan solusi.
Masyarakat yang tinggal di dekat TPA terkena imbasnya. Bau anyir yang tak nyaman, lalat yang beterbangan, air lindi yang membuat becek dan lain sebagainya. Ironisnya, sistem pembuangan akhir sampah di Indonesia masih acak adut. Sampah makanan dan bukan dicampur jadi satu.
Hal inilah yang menjadikan TPA Leuwigajah di Cimahi pernah meledak akibat tidak dikelola dengan baik. Sebanyak 157 orang tewas tertumpuk sampah. Tingginya timbulan sampah organik menimbulkan gas metan yang siap meledak kapan saja. Sayangnya, Ini menjadi ancaman nyata yang tidak disadari.
Beberapa Fakta Tentang Sampah Makanan
Pernah menghadapi situasi begini? Udah masak seharian, eh tiba-tiba suami ngajak makan di luar. Atau pulang kerja nenteng kresek makanan. Atau anak rewel sehingga kehilangan selera makan.
Ini dilema kesekian yang dihadapi ibu rumah tangga. Makanan sisa yang tidak habis dikonsumsi, terlalu matang sehingga rasa berubah atau tertinggal lama di kulkas/ lemari hingga kadaluarsa. Maka tak heran, rumah tangga sebagai rantai akhir pasokan makanan menyumbang sampah kurang lebih 40%.
Menurut Food And Agriculture Organisation (FAO), sepertiga makanan yang sudah diproduksi akan berakhir menjadi sampah atau sekitar 1.3 juta ton per tahun.
Filimonau & Gherbin (2017) menyebutkan bahwa meski saat ini volume sampah makanan di negara maju lebih besar, namun laju peningkatan volume sampah makanan per kapita di negara berkembang jauh lebih tinggi. Dan ini menyebakan Indonesia sebagai penghasil sampah nomor dua di dunia setelah Arab Saudi. Padahal, Indonesia merupakan negara berkembang dengan indeks kelaparan masih berada di level serius (von Grebmer et al., 2017).
Dampak Sampah Makanan
Banyak anggapan bahwa sampah makanan tidak mengganggu lingkungan karena diperkirakan mudah terurai. Namun pada kenyataannya, sampah makanan ini memiliki dampak negatif yang cukup signifikan.
Menurut Clarke et al, 2015 ada 3 dampak yang bisa dihasilkan oleh sampah makanan, yaitu :
1. Dampak lingkungan
Sampah makanan menghasilkan gas monoksida dan metana yang 4x lebih tinggi dibandingkan kendaraan bermotor. Kelebihan gas metana meningkatkan emisi gas rumah kaca yang mendorong terjadinya pemanasan global, perubahan iklim dan mengurangi kandungan nutrisi beberapa tumbuhan yang terpapar.
2. Dampak Finansial
Secara global, kehilangan sepertiga dari total makanan yang dikonsumsi itu setara dengan nilai nominal sekitar USD 1 triliyun pertahun. Hal ini berimplikasi pada biaya pengangkutan sampah, pengolahan dan lain sebagainya.
Contohnya, Pemerintahan Kota Bandung harus menggelontorkan biaya angkut sampah kurang lebih Rp 8 miliar perbulan dan tipping fee sebesar Rp 61 ribu per ton. Dan biaya ini hanya untuk 1 TPA. Cukup besar bukan?
3. Dampak Sosial
Di Indonesia sendiri, setiap warganya menghasilkan sampah makanan sebanyak 300 kg per tahun. Berdasarkan perkiraan FAO, ini sebanyak sepertiga makanan dimana jumlah tersebut mampu memberi makan sekitar 11% atau 28 juta penduduk miskin.
Sebagai negara berkembang, hal ini sangat berpengaruh pada kerawanan pangan yang mengakibatkan
tekanan fisik dan psikis, terutama bagi anak-anak. Tekanan yang berlebihan diketahui berperan penting dalam menurunnya kesehatan.
Sembilan Rutinitas Perencanaan Makanan Dalam Rumah Tangga
Pengetahuan, kemampuan, dan perilaku yang buruk tentang perencanaan makanan dapat meningkatkan timbulan sampah makanan (Van der werf et al., 2019). Dan rumah tangga dianggap terlalu meremehkan adanya timbulan sampah makanan (Mattar et al., 2018). Maka perlu adanya rutinitas perencanaan makanan dalam rumah tangga, yaitu :
1. Persiapan
Ini adalah tahap awal dalam mengurangi timbulan sampah makanan. Beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam persiapan adalah menulis daftar belanja, menyusun daftar menu makan dan memeriksa kebutuhan bahan makanan yang tidak tersedia. Tahap persiapan dapat mengurangi belanja yang tidak direncanakan.
2. Bijak Berbelanja
Ada ungkapan yang mengatakan bahwa jangan berbelanja dalam keadaan lapar. Situasi ini membuat kalap dengan barang yang ada di hadapan kita. Niatnya cuma beli 10 item, malah habis 20 item. Selain itu, bawalah uang yang cukup hanya untuk kebutuhan dan periksa tanggal kadaluarsa dalam memilih bahan makanan.
3. Simpan dengan Tepat
Salah satu faktor perilaku yang menghasilkan sampah makanan adalah teknik penyimpanan yang kurang tepat sehingga tidak optimal dan sistem kemasan yang kurang baik. Hal ini menyebabkan produk makanan mudah basi atau rusak.
4. Memasak
Kemampuan memasak yang baik ternyata dapat membantu mengurangi jumlah makanan yang terbuang. Hal ini dikarenakan dapat mengestimasi porsi makanan yang sesuai dengan kebutuhan (Schanes et al., 2018).
5. Praktik Makan
Alhamdulillah sejak kecil dibiasakan orangtua untuk bertanggungjawab terhadap isi piring sendiri. Lebih baik ambil sedikit dan nambah kalau masih lapar. Hal ini sejalan dengan gerakan
Bandung food smart city yang prihatin dengan semakin banyaknya sampah makanan, mengkampanyekan budaya Ambil, Makan, Habiskan.
Ambil makanan secukupnya dan tidak berlebihan. Makanan yang diambil segeralah makan dan biasakan untuk menghabiskan makanan yang sudah diambil.
6. Penanganan Makanan Tersisa
Salah satu penyebab adanya timbulan sampah makanan adalah makanan yang tidak habis dikonsumsi. Makanan sisa bisa berasal dari hasil masakan yang berlebihan, kurang puas dengan cita rasa makanannya, over cooked atau datang makanan baru yang lebih segar.
Makanan sisa dapat dijadikan sebagai bahan untuk membuat makanan baru lagi. Misalnya, makanan yang tersisa adalah ikan goreng dan nasi, maka kedua bahan ini dapat diolah menjadi nasi goreng keesokan harinya.
7. Redistribusi Makanan Berlebih
Di beberapa negara, berdiri komunitas yang menyalurkan makanan berlebih pada orang membutuhkan. Komunitas ini bahkan sudah menyiapkan drop box bagi masyarakat yang ingin berdonasi.
Namun, jika di daerah tempat tinggal kita belum ada, maka bisa berinisiatif mencari masyarakat yang membutuhkan. Sebelumnya, makanan bisa dikemas agar lebih menarik.
8. Kompos
Ini salah satu cara terbaik yang bisa dilakukan di rumah masing-masing. Teknis kompos sederhana adalah hanya dengan mengubur sampah makanan di tanah halaman rumah. Jika tidak punya tanah? Jangan khawatir, ada metode Takakura sebagai salah satu teknik mengompos ala perkotaan.
Sampah makanan dapat dikomposkan karena memiliki jumlah komposisi yang paling besar. Kegiatan rumah tangga setiap harinya menghasilkan sampah domestik atau sampah dapur.
9. Edukasi Sejak Dini
Salah satu penyebab timbulan sampah makanan adalah
food behavior sejak dini yang tidak dibiasakan. Untuk itulah,
bandung food smart city membuat salah satu edukasi berupa game online dan permainan ular tangga. Harapannya, melalui permainan ini, anak-anak sejak dini mengenal dan memahami bagaimana mengelola dengan bijak makanannnya masing-masing.
Penutup
Sampah makanan atau food waste sebenarnya sudah lama menjadi isu global. Namun, isu ini tidak disadari karena kebutuhan utama manusia terhadap makanan. Isu ini serupa gunung berapi, siap meledak kapan saja, apalagi jika pertumbuhan penduduk Indonesia semakin pesat dari tahun ke tahun.
Dimulai dari rumah tangga kemudian menjadi kota cerdas pangan seperti gerakan yang digagas oleh
bandung food smart city. Bekerjasama dengan para pemangku kebijakan tentu membuat gerakan gaya hidup minim sampah ini menjadi semakin efektif.
Save The Food
We are in a mission to make the world a better place for everyone by reducing the food waste ~ Bandung Food Smart City
Referensi
Chaerul, Mochammad & Zatadini, Sharfina Ulfa. 2020. Perilaku Membuang Sampah Makanan dan Pengelolaan Makanan di Berbagai Negara : Review. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol.18 Issue 3 : 455-466.
FAO. 2015. Global initiative on food loss and food waste reduction. United Nation, 1-8.
Fillimona, V., & Gherbin, A. 2017. An exploratory study of food waste management practices in the UK grocery retail sector. Journal of Cleaner Production, 167, 1184-1194. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2017.07.229.
Khusnulkhatimah, Sulianan. 2010. Darurat Sampah Makanan. https://tirto.id/darurat-sampah-makanan-di-indonesia-f3Yn.
Mattar et al. 2018. Attitudes and Behaviors Shaping Household Food Waste Generation : Lessons From Lebanon. Journal of Cleaner Production, 198 : 1219-1223.
Wahyono, Sri, 2019. Sampah Makanan. https://www.researchgates.net/publication/331288115.
Posting Komentar
Posting Komentar