Kota yang disebut sebagai bumi lemmalata ini sangat kental dengan adat bugisnya. Berkunjung ke kota Soppeng memang ibarat pulang kampung sebab Baba berasal dari wilayah ini.
Persiapan Liburan Tipis ke Kampung Halaman
Kedua orangtua Baba berasal dari kota yang juga terkenal dengan kalongnya. Saya sendiri terbilang sangat jarang berkunjung ke Kota Soppeng sebab sebagian besar keluarga sudah tersebar kesana kemari.Tentu saja kami antusias menyambut perjalanan ini. Persiapan pun dilakukan sebaik mungkin, apalagi akan membawa 1 remaja tanggung, 2 balita dan 1 bayi. Hebohnya jangan dibayangkan hehe. Beberapa hari sebelumnya saja, mereka selalu menyebut-nyebut soppeng.
Ada 4 hal yang kami siapkan yaitu transportasi, baju tebal (suhu Soppeng dingin), makanan dan obat-obatan. Juga satu hal yang tak boleh terlupa adalah sounding ke anak tentang bagaimana rencana perjalanan, naik apa dan bagaimana keadaan disana.
Tips agar anak nyaman di perjalanan : Siapkan cemilan kesukaan dan ajak ngobrol apa saja. Termasuk bermain aman di dalam kendaraan. Salah satu permainan yang kami lakukan adalah menghitung truk/mobil besar yang lewat. SERU!
Perjalanan Palopo-Soppeng
Kami berangkat setelah sholat subuh. Alhamdulillah anak-anak bangun dengan semangat dan langsung bersiap untuk berangkat. Di perjalanan, kami berhenti untuk sarapan di masjid Jami' Luwu Belopa yang ternyata merupakan masjid tertua sebagai tonggak masuknya Islam di daerah ini.Sehabis sarapan, kami melaju lagi dengan kecepatan normal. Udara pagi yang bersih dan segar sangat klop dengan mood kami hari itu. Apalagi semburat matahari malu-malu menampakkan cahayanya. Betul-betul pagi yang cantik.
Jarak Soppeng dan Palopo (domisili saya) sekitar 208 km dan bisa ditempuh dengan jalan darat. Kami menggunakan mobil rental yang cukup untuk 8 orang. Biaya sewa mobil sendiri sekitar 600 ribu dan bensin pulang pergi sekitar 200 ribu. Ini belum mencakup biaya sewa driver sekitar 300 ribu untuk 2 hari.
Sebetulnya, selain menggunakan mobil sewa, biasanya ada mobil angkutan umum yang biasa disebut 'panter'. Meski merek mobil bukan panter, tapi akan tetap disebut panter. Mungkin, mobil angkutan umum yang pertama kali digunakan adalah panter seingga kerap disebut seperti itu. Biayanya sekitar 120 ribu per orang.
Oya, kami juga menggunakan google maps sebagai penunjuk jalan. Maklum ya, jarang ke Soppeng dan perjalanan sudah mulai berkelok ketika memasuki daerah Sengkang.
Kearifan Lokal Suku Bugis
Rumah Tradisional
Salah satu ciri khas ketika berkunjung ke daerah Soppeng adalah rumah tingginya yang sangat khas Bugis. Sebagian orang memang masih mempertahankan tradisi ini. Rumah tradisional ini biasanya terbuat dari kayu yang sangat kuat. Terdiri atas tiga bagian, yaitu kolong yang biasanya digunakan untuk tempat ternak (seperti ayam, ikan), tengah untuk penghuni rumah dan atas untuk hasil panen.Rumah tinggi khas Bugis juga bisa disebut sebagai warisan budaya. Sayangnya, kearifan budaya lokal ini hampir punah di kota-kota Sulawesi Selatan. Beruntung, Soppeng masih mempertahankan nilai-nilai tersebut.
Pemandangan ini pun saya dapatkan ketika sampai dirumah keluarga yang dikunjungi. Uniknya lagi, rumah beliau dikelilingi hutan dan berada di dataran tinggi, sehingga bisa disebut sebagai wisata hutan kota. Rasanya seperti menginap di villa-villa.
Buah Kluwek Muda
Perjalanan kurang lebih 6 jam tentu saja membuat lelah dan lapar. Alhamdulillah disuguhi salah satu makanan khas Soppeng. Sayur santan yang menggunakan buah kluwek muda menjadi santapan yang mengundang selera.Kata mama, orang Soppeng biasanya akan selalu menyuguhkan sayur dengan buah kluwek muda ini setiap ada acara. Sudah menjadi tradisi khas orang-orang di kota ini. Sayurnya saja sudah nikmat apalagi ditambah dengan ikan bakar dan bale bolong kuah kluwek. FYI, bale = ikan, bolong = hitam.
Maknyuuss!!
Permandian Air Panas Lejja
Rute Menuju Tempat Wisata
Makan sudah, shalat dhuhur juga sudah, jadi langsung berangkat ke permandian air panas lejja. Kunjungan kali ini memang sangat singkat, sehingga waktu sesedikit apapun digunakan sebaik-baiknya.Lejja terletak di kecamatan Marioriawa. Perjalanan dari kediaman keluarga kami menempuh waktu sekitar 1 jam. Tempatnya mudah didapat sebab terdapat papan petunjuk yang cukup jelas dan besar. Oya, Lejja berada didalam kawasan hutan lindung Soppeng, makanya tempatnya sangat sejuk dan rindang.
Kelokan jalan menuju Lejja mengingatkan saya perjalanan ke puncak Bogor. Kanan kiri terdapat pohon tinggi dan perbukitan. Sepi, sebab tak banyak hunian namun akses lancar karena wisatawan luar kota maupun mancanegara sering berdatangan.
Tiket Masuk
Sampai di Lejja, kami disambut parkiran yang luas dan bau tahi sapi/kuda. Sepanjang perjalanan menuju wisata ini memang banyak kuda sebagai pengangkut gabah atau biasa disebut 'patekke'.Oya, sebelum parkir tadi kami membayar tiket masuk. Untuk dewasa dikenakan 5000 rupiah dan anak-anak 3000 rupiah, namun setiap oran dikenankan biaya retribusi sebsar 5000 rupiah. Jadi jika dhitung, orang dewasa bayar 10ribu dan anak-anak 8 ribu rupiah. Tak lupa retribusi mobil sebesar 10 ribu rupiah.
Kolam Air Panas
Teriakan anak-anak riuh memenuhi pemandian Lejja. Pekik riang dan tawa canda bersama keluarga. Setelah naik turun undakan, kami disambut kolam pertama dan jejeran ban renang. Uap air panas dari kolam pertama tampak mengepul.Kami naik undakan lagi 2 kali dan ketemu kolam kedua yang lebih ramai. Ternyata disini ada pancuran air dingin dan katanya suhu air kolamnya tidak terlalu panas.
Didekat kolam kedua, ada kolam khusus anak-anak. Meski tidak ada seluncuran, tapi anak-anak nyaman berenang disitu. Kami juga ikut nyemplung di kolam kedua agar lebih dekat dengan kolam anak.
Sebenarnya masih ada kolam ketiga diatas, namun kami sudah tidak sanggup naik undakan. Jumlah total kolam air panas adalah 4. Bahkan ada kolam khusus untuk pengunjung yang ingin berenang secara privat.
Pertama kali nyebur, seperti kecelup air panas namun lama kelamaan air jadi terasa hangat. Mungkin sudah terbiasa sehingga suhu tubuh juga menyesuaikan.
Mata Air Panas & Sumur Jodoh
Jika terus berjalan keatas, maka bisa terlihat sumber air panasnya yang berasal dari pegunungan dengan kadar belerang 1.5%. Ini menyebabkan salah satu kolam bahkan bisa digunakan untuk merebus telur. Saya tak berani coba sebab suhu air mencapai 60 derajat celcius.Disamping mata air panas, terdapat sumur jodoh yang konon katanya bisa melanggengkan hubungan pasangan. Mitos itu hanya cerita yang berkembang dari mulut ke mulut.
Fasilitas Permadian Air Panas Lejja
Selain kolam air panas, fasilitas lain yang terdapat dalam tempat wisata ini adalah kamar mandi untuk ganti, gazebo atau pondok untuk istirahat, musholla dan banyak penjual makanan/minuman disekitarnya.Penginapan di Lejja Soppeng
Wisatawan luar kota ataupun turis asing yang berkunjung ke Lejja tak perlu cemas sebab tersedia beberapa alternatif penginapan disekitarnya.- Hotel Parbet
Konsep hunian modern ini memiliki fasilitas nyaman. Selain itu, menu makanan yang ditawarkan cukup beragam. Terletak di jalan Salotungo, Labata Rilau, Lalabata dengan jarak sekitar 1 jam perjalanan dari lokasi wisata.- Hakatta Resort Villa
Resort ini hampir seluruhnya dikelilingi oleh pepohonan dengan tinggi sedang. Tempatnya sangat asri dan selalu sejuk. Penginapan ini sangat cocok untuk kamu yang hobi bertualang karena pemandangan yang ditawarkan adalah bukit dan hutan kecil untuk bersantai.Letaknya yang berada di jalan Poros Lejja Galungkalunge dekat dengan Lejja. Fasilitasnya cukup lengka dengan kebun buah yang bisa dipetik sendiri saat musimnya tiba.
- Triple 8 The Riverside Resort
Hotel ini berada dijalan Lompo No.888 Watansoppeng Kecamatan Lemba. Dengan konsep hunian modern, hotel ini juga memiliki fasilitas lengkap berupa sarapan gratis, WIFI, kamar AC dan tempat parkir yang nyaman. Jarak ke Lejja pun tidak begitu jauh, sekitar 1 jam perjalanan.Kearifan Lokal, Mari Rawat dan Cintai
Hidungngku mengeryit mencium aroma yang tak sedap. Sekumpulan bapak ramai bercerita sambil tertawa dengan sebatang kretek menyelip dijarinya.Meski banyak anak dan orangtua disekitar mereka, tapi tak juga menghentikannya untuk mengisap batang nikotin itu. Asap dan serbuknya menyebar kemana-mana. Mereka tak peduli.
Sementara, dikolam dan jalan-jalan yang kami lalui tergeletak plastik-plastik dari berbagai merek makanan dan minuman. Beberapa pengunjung ringan saja membuang sampahnya dimana-mana.
Pemandangan ini mungkin umum ditemui, apalagi tempat wisata yang terbuka untuk semua orang. Tapi, bukankah Lejja adalah produk kearifan lokal yang harus dijaga bersama? Tak hanya untuk menjaga citra bangsa tapi merawat, mencintai dan peduli sebagai bagian dari kekayaan alam.
Wah seru ya mba, kulinernya jg menarik ini...kok jadi pengen liburan keliling Indonesia yaa...hehe...
BalasHapusWaah, sepertinya asyik ya mbak... Jadi pengen kesana
BalasHapus