Beberapa tahun lalu, ketika saya masih aktif mengajar taman kanak-kanak, seorang anak kekeuh tak mau sekolah. Namun, ibu sang anak mengatakan,
"Dia selalu ingat bu Yusri. Ketika ditanya siapa gurunya? Dia menyebut bu Yusri."
Sebagai guru yang tak punya pengalaman sebelumnya, tentu saya merasa terenyuh. Sebegitu berhargakah saya di mata anak umur 3 tahun? Apakah saya sudah menjadi guru yang dirindukan oleh murid-murid mungil ini?
Pandemi Berakhir, Yuk Datang Bedah Buku
Rasanya kita sudah bisa menarik nafas lega, terutama untuk saya, emak-emak yang notabene lebih banyak dirumah. Pandemi selama kurang lebih 2 tahun hampir berakhir. Pertemuan offline kini lebih disambut gembira. Bahkan, mahasiswa saya ketika diajak untuk kuliah online sudah menolak. Mereka kapok jika harus daring lagi.
Makanya ketika mendengar kedatangan seorang penulis sekaligus motivator di Palopo, momen ini harus dimaksimalkan. Meski, terbayang bagaimana repotnya membawa dua balita yang sedang aktif-aktifnya tapi waktu tak akan terulang lagi. Apalagi, karya penulis adalah teman tumbuh saya ketika menjadi mahasiswa. Mulai dari From Zero To Hero hingga The Great Power Of Mother.
Pagi-pagi saya sudah menyiapkan diri, membuat bekal dan memberi penjelasan pada anak bagaimana sebaiknya ketika ummi sedang belajar. Namun, drama muncul ketika akan berangkat. Kakak Q (anak pertama) mulai datang manjanya dan minta gendong. Huhu..sabar. Berkali-kali istighfar untuk menenangkan diri dan anak.
Bujukan dan rayuan kesekian kali alhamdulillah manjur juga, meski diatas kendaraan masih sedikit merengek. Syukur ditempat acara, kakak Q sudah mulai anteng. Oke saatnya ummi belajar.
Guru Sepanjang Waktu, Bukan Bedah Buku Biasa
"SIAPA GURU?"
"SAYA!!!".
Teriakan itu menggema di Hotel Palopo hari Sabtu lalu, 17 September 2022. Sang penulis sekaligus motivator, Solikhin Abu Izzuddin mampu menyulap semangat peserta hingga membara. Peserta yang merupakan sebagian besar guru itu terpukau oleh energi positif yang dihadirkan Ustadz Shol, panggilan akrabnya.
Dibelakang, saya menghirup nafas lega. Meski disambi gendong anak, tapi lelahnya terbayarkan dengan kekuatan inspirasi dari acara ini. Ya, bedah buku dari pagi sampai siang ini memang tak hanya sekedar memotivasi tapi juga menggerakkan. Pun, kadang kami tergelak dan tak jarang terenyuh.
Bedah buku guru sepanjang waktu memang membuka mata para peserta. Menjadi seorang guru adalah pekerjaan yang sangat mulia. Meski melelahkan tapi mengantarkan kebaikan pada calon generasi penerus bangsa ini harusnya menjadi tujuan yang tak boleh berhenti. Betapa mengerikannya melihat berita akhir akhir ini. Seorang murid menyakiti gurunya atau sebaliknya, sang guru 'merusak' anak didiknya.
Ustadz Shol mengingatkan bahwa menjadi guru mungkin tak membuat kita kaya tapi menjadikan kita berharga. Oleh karenanya, cintailah pekerjaan tersebut. Pancangkan niat yang lurus bahwa guru adalah pewaris kebaikan. Dan, niat mulia ini tak boleh terdistraksi dengan segala iming-iming dunia yang melenakan.
Diantara pemaparan yang menarik, kadang Ustadz Shol memberi video pendek yang penuh motivasi. Pikiran saya langsung terlempar ke masa mahasiswa. Trainer-trainer yang mengisi pelatihan hampir sama gayanya. Ah, jadi rindu masa itu.
Siapa yang tak kenal kisah Laskar Pelangi? Seorang anak di pedalaman yang mampu menjelajahi dunia. Mimpi yang mustahil bagi anak yang setiap malamnya harus diterangi pelita karena listrik yang terbatas.
Adalah Bu Muslimah dan Kepala Sekolah, Pak Harfan, SD Muhammadiyah Gantong di Belitung saat itu yang tak pernah menyerah akan siswa-siswanya. Dedikasi dan semangat mendirikan sekolah di pulau terpencil tak surut meski gaji selalu telat. Dan berkat tangan dingin mereka, lahir Ikal, Lintang, A Liong ataupun Mahar yang penuh potensi.
Lain lagi kisah Imam Bukhori, penulis hadits yang terinpirasi berkat ucapan gurunya. Empat puluh hadits shahih lahir berkat lecutan ungkapan dari gurunya.
Pertanyaan demi pertanyaan berputar di kepala saya mengenai buku ini. Siapa guru itu? Bagaimana menjadi guru yang baik? Guru sepanjang waktu, emang bisa?
Ketika menyebut guru, otak saya langsung mengingat sosok kalem, sederhana dan penuh ilmu. Namun, menjadi guru sepanjang waktu, bisakah? Bukankah guru juga seorang manusia? Saya saja suka gemas ketika melihat mahasiswa datang terlambat seenaknya.
Dan, pertanyaan-pertanyaan ini secara tak langsung terjawab saat bedah buku sepanjang waktu berlangsung. Kata guru memang tak hanya merujuk pada 'siapa' tapi juga pada 'apa'. Bila semua tempat adalah sekolah, maka semua orang adalah guru. Persoalannya apakah semua mau menjadi guru? Ini tak hanya berkiblat pada sebuah profesi tapi keinginan untuk menjadi lebih baik lagi.
Ketika dirumah, kita adalah guru bagi anak-anak kita. Ketika dimasyarakat, kita adalah guru bagi yang lain. Dan, ketika di sekolah, sudah pasti kita adalah seorang guru. Kita adalah guru dimanapun dan kapanpun, kata ustadz Solikhin.
Proses menuju guru yang dirindukan sepanjang waktu sudah pasti melelahkan dan lama. Jalannya terjal dan berliku. Maka, kita perlu menjaga keshalihan dalam diri. Meminta kekuatan pada Allah SWT adalah jalan terbaik untuk memberi kekuatan pada diri.
Inilah rahasia para ulama terdahulu. Kedekatannya pada Sang Rabbul Izzati adalah sumber inspirasi dan motivasi yang tak pernah berhenti. Kekuatan jiwa tentu akan mengalahkan kelelahan fisik, namun kebugaran tubuh tak memberikan kekuatan pada ruh.
"Indah sekali suara ini jika digunakan untuk membaca Kitabullah," ungkap Abdullah bin Mas'ud r.a ketika mendengar suara merdu Abu Abdullah Zada Al-Kindi menyanyi. Sejurus kemudian Abu Abdullah berhenti menyanyi dan menjadi murid Abdullah bin Mas'ud yang tersohor keilmuannya.
Diantara pemaparan yang menarik, kadang Ustadz Shol memberi video pendek yang penuh motivasi. Pikiran saya langsung terlempar ke masa mahasiswa. Trainer-trainer yang mengisi pelatihan hampir sama gayanya. Ah, jadi rindu masa itu.
Guru, Seorang Inspirator Yang Menggerakkan
Siapa yang tak kenal kisah Laskar Pelangi? Seorang anak di pedalaman yang mampu menjelajahi dunia. Mimpi yang mustahil bagi anak yang setiap malamnya harus diterangi pelita karena listrik yang terbatas.
Adalah Bu Muslimah dan Kepala Sekolah, Pak Harfan, SD Muhammadiyah Gantong di Belitung saat itu yang tak pernah menyerah akan siswa-siswanya. Dedikasi dan semangat mendirikan sekolah di pulau terpencil tak surut meski gaji selalu telat. Dan berkat tangan dingin mereka, lahir Ikal, Lintang, A Liong ataupun Mahar yang penuh potensi.
Lain lagi kisah Imam Bukhori, penulis hadits yang terinpirasi berkat ucapan gurunya. Empat puluh hadits shahih lahir berkat lecutan ungkapan dari gurunya.
"Semoga dari kalian ini ada yang menyusun hadits-hadits shahih dan dibukukan," ungkap sang guru pada muridnya saat itu. Pernyataan ini kemudian menjadi inspirasi dan lecutan semangat bagi Imam Bukhori dalam menyusun buku hadits ini. Masyaallah.
Inspirasi itu nyata, buka sekedar kata. Kekuatan di balik kata yang dapat menggerakkan jiwa. Kekuatan seorang guru adalah menginspirasi tanpa menggurui. Mereka adalah lampu zaman yang menerangi hati dari kegelapan, menyinari jiwa dengan keindahan, dan mewarnai kepribadian dengan kemuliaan. Hanya memberi tak harap kembali.Guru sepanjang waktu harus terus kita hadirkan ~ Solikhin Abu IzzuddinIni adalah beberapa kisah yang diceritakan sang penulis yang juga disampaikan di buku guru sepanjang waktu. Kisah-kisah luar biasa nan inspiratif memang menggugah pembaca agar tak henti memoles diri.
Menjadi Guru Yang Dirindukan Sepanjang Waktu, Bisakah?
Pertanyaan demi pertanyaan berputar di kepala saya mengenai buku ini. Siapa guru itu? Bagaimana menjadi guru yang baik? Guru sepanjang waktu, emang bisa?
Ketika menyebut guru, otak saya langsung mengingat sosok kalem, sederhana dan penuh ilmu. Namun, menjadi guru sepanjang waktu, bisakah? Bukankah guru juga seorang manusia? Saya saja suka gemas ketika melihat mahasiswa datang terlambat seenaknya.
Dan, pertanyaan-pertanyaan ini secara tak langsung terjawab saat bedah buku sepanjang waktu berlangsung. Kata guru memang tak hanya merujuk pada 'siapa' tapi juga pada 'apa'. Bila semua tempat adalah sekolah, maka semua orang adalah guru. Persoalannya apakah semua mau menjadi guru? Ini tak hanya berkiblat pada sebuah profesi tapi keinginan untuk menjadi lebih baik lagi.
Ketika dirumah, kita adalah guru bagi anak-anak kita. Ketika dimasyarakat, kita adalah guru bagi yang lain. Dan, ketika di sekolah, sudah pasti kita adalah seorang guru. Kita adalah guru dimanapun dan kapanpun, kata ustadz Solikhin.
Jadi bagaimana menjadi guru yang dirindukan sepanjang waktu?
- Menjaga Kedekatan Pada Allah
Proses menuju guru yang dirindukan sepanjang waktu sudah pasti melelahkan dan lama. Jalannya terjal dan berliku. Maka, kita perlu menjaga keshalihan dalam diri. Meminta kekuatan pada Allah SWT adalah jalan terbaik untuk memberi kekuatan pada diri.
Inilah rahasia para ulama terdahulu. Kedekatannya pada Sang Rabbul Izzati adalah sumber inspirasi dan motivasi yang tak pernah berhenti. Kekuatan jiwa tentu akan mengalahkan kelelahan fisik, namun kebugaran tubuh tak memberikan kekuatan pada ruh.
- Penuh Perhatian
Guru itu mendewasakan jiwa yang kekanak-kanakan dengan perhatian dan pemberdayaan
Salah seorang peserta bedah buku bercerita tentang pengalaman pertama kali bertemu guru inspiratifnya. Dulu, peserta ini adalah seorang yang sangat gaul. Anak gaul istilahnya. Belum berjilbab dan pergaulan luas.
Dengan lembut, sang guru memberikan pemahaman dan pengertian bagaimana seharusnya menjadi seorang muslimah. Dan luar biasa ketika sang guru memberikan sebagian gajinya untuk dibelikan jilbab. Saat itulah titik balik sang peserta untuk lebih mengenal islam.
Perhatian menjadi salah satu yang dibutuhkan anak. Apalagi untuk anak-anak yang besar dengan gadget ditangan. Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi guru masa kini.
- Menginspirasi Tanpa Menggurui
Berapa banyak orang yang tak suka ketika diberikan perhatian dengan digurui? Saya mungkin juga tak terlalu suka. Apalagi jika kita melakukan sesuatu dengan terpaksa, bukan murni karena kesadaran dan tanggung jawab.
Namun, menginspirasi tanpa menggurui adalah solusi menjadi guru yang dirindukan. Artinya, seorang guru harus mampu menjadi teladan terlebih dahulu sebelum mengajak murid atau anaknya berubah.
Peribahasa umum yang berlaku adalah guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Jika guru memberi contoh maka besar kemungkinan murid akan mengikuti bahkan bisa jadi melampaui apa yang diperbuat oleh guru.
- Menemukan Potensi 'Murid'
"Indah sekali suara ini jika digunakan untuk membaca Kitabullah," ungkap Abdullah bin Mas'ud r.a ketika mendengar suara merdu Abu Abdullah Zada Al-Kindi menyanyi. Sejurus kemudian Abu Abdullah berhenti menyanyi dan menjadi murid Abdullah bin Mas'ud yang tersohor keilmuannya.
Kisah antara Abdullah bin Mas'ud r.a dengan muridnya mungkin membuat kita tercengang. Betapa seorang guru harus mampu memahami dan memetakan potensi muridnya. Terlebih potensi yang dimiliki selalu diarahkan menuju kebaikan.
Penutup
Guru adalah sosok yang kehadirannya dinantikan, nasihatnya didengarkan, kepergiannya ditangisi, gagasannya dilanjutkan, diamnya menginspirasi, kata-katanya memotivasi dan keteladanannya menggerakkan aksi. Menjadi guru yang dirimdukan sepanjang waktu ibarat lampu zaman yang sinarnya tak pernah redup. Ia tak sekedar mengajar namun menerangi kehidupan. Dan, tak ada pamrih yang ia harap, seperti sang surya menyinari dunia. Yuk, jadi guru bagi siapa saja, minimal untuk diri sendiri dengan tak pernah berhenti belajar.
Posting Komentar
Posting Komentar