Betapa bahagia dan hati membuncah saat suami memutuskan pulang kampung di bulan musim panen buah kesayangan. Durian memang menjadi salah satu buah favorit yang musimnya selalu ditunggu-tunggu dan bersyukur menikah dengan orang yang kampungnya penghasil buah surga tersebut.
Tahun lalu, keinginan untuk menggasak durian tertahan. Saya sedang hamil muda dan tidak boleh memakan durian banyak-banyak. Gas etilen yang terkandung didalamnya dipercaya dapat menyebabkan kontraksi. Meski kehamilan kedua cukup membuat mabok dan bikin malas gerak, tapi menjaganya harus menjadi prioritas.
"Tidak ada durian, rambutan juga belum bisa dipanen".
Pernyataan suami membuat bayangan lezat dan legitnya daging durian runtuh seketika. Lebay memang tapi begitulah adanya. Puasa setahun dari menikmati buah favorit membuat rindu ini makin bergelora.
"Kenapa?" Tanyaku lemah pada suami yang baru pulang dari kampung.
"Buahnya belum muncul. Kalau ada pun duriannya tidak terlalu bagus," Sahut suami.
Saya terkesiap. Gagal panen? Atau kemunduran panen? Memang sih akhir-akhir ini cuaca tidak menentu.
Perubahan Iklim, Ancaman yang Tak Bisa Dihindari
Batas antara musim hujan dan kemarau sudah tidak jelas. Ancaman perubahan iklim sudah terlihat nyata, bahkan oleh orang awam seperti saya.
Menurut laporan DNPI (2013), sektor pertanian mengalami gangguan langsung akibat perubahan iklim. Tanaman pangan dan hortikultura adalah subsektor yang paling berpengaruh terhadap perubahan curah hujan.
Perubahan iklim menyebabkan peningkatan curah hujan di satu sisi sekaligus kekeringan di daerah lain. Hal ini menyebabkan para petani tak mampu lagi menentukan waktu tanam secara akurat.
Kejadian iklim ekstrim seperti La Nina dan El Nino bahkan tak hanya membuat gagal panen tapi juga penurunan produktivitas dan produksi, kerusakan sumber daya lahan pertanian hingga semakin tingginya intensitas gangguan organisme pengganggu tanaman.
Cerita gagal panen hanyalah rangkaian dari fenomena gunung es perubahan iklim. Di berbagai tempat di Indonesia, bencana lain terjadi. Perubahan iklim telah menyebabkan gangguan di seluruh penjuru dunia dengan tingkat pemanasan 1,1 derajat celcius saja.
Polusi, Penyebab Perubahan Iklim
Perubahan iklim memang tak bisa kita hindari sob. Aktivitas manusia yang berlebihan menjadi penyebab terjadinya krisis iklim.
Salah satunya adalah banyaknya masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi. Moda transportasi umum yang belum ramah memang membuat orang-orang lebih menyukai menggunakan kendaraannya sendiri.
Akibatnya, asap yang ditimbulkan disebut polutan yang tak hanya menghalangi pandangan mata tapi juga meningkatkan emisi. Peningkatan kadar emisi menjadi penyebab gas rumah kaca.
Gas-gas yang tertahan di atmosfer menjadi penyebab suhu lingkungan menjadi panas terus menerus. Sayangnya semakin lama, panas yang ditimbulkan makin tinggi saja.
Tak terbayang ya, bagaimana hidup di lingkungan perkotaan. Setiap hari harus bertahan di zona polusi kuat. Bukan hanya udara tapi juga polusi industri dan limbah rumah tangga yang seolah tak ada habisnya. Selimut polusi membuat bumi semakin panas dan menyebabkan perubahan iklim.
Lalu, bagaimana dengan masyarakat yang hidup jauh dari perkotaan besar? Apakah polusi jauh berkurang atau malah lebih ekstrim?
Sayangnya, kondisinya tak juga lebih baik. Ada yang masih ingat banjir Masamba dan membuat beberapa desa terendam?
Pertengahan Juli 2020 merekam peristiwa kelam tersebut. Masamba sebenarnya bukan daerah dengan intensitas tinggi, pun saat itu harusnya sudah masuk musim kemarau. Namun, dampak perubahan iklim membuat beberapa titik wilayah jadi berbeda.
Puluhan orang meninggal dan ribuan lainnya harus kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian. Banyak perkebunan dan sawah menjadi rusak.
Banjir bandang dan longsor di kabupaten Luwu Utara adalah mimpi buruk akibat suhu yang terus menerus meningkat. Perubahan iklim memang suatu hal yang biasa, namun aktivitas manusia yang berlebihan membuat perubahan semakin cepat dan berdampak negatif. #SelimutPolusi membuat perubahan iklim berdampak lebih parah.
Jaga Hutan Kita, Kurangi Selimut Polusi
Jadi, apa yang bisa kita lakukan saat ini? Perubahan iklim memang tak bisa kita hindari namun bisa kita tekan agar perubahannya tak terlalu drastis. #TeamUpForImpact harus bersatu dalam mencintai #UntukmuBumiku.
Salah satunya dengan menjaga hutan kita, hutan Indonesia. Manfaat hutan memang tak bisa diragukan lagi, selain mampu menahan air hujan, juga dapat menjadi paru-paru dunia.
Kolaborasi Kebaikan dan Kebijakan
Menjaga hutan memang tak sepenuhnya bermanfaat saat ini. Dukungan dari berbagai pihak harus nyata menjaga bumi yang semakin parah. #MudaMudiBumi harus ikut serta memberikan tenaga dan pikirannya.
Jika punya kesempatan untuk membuat kebijakan maka yang harus diperbaiki adalah
- Memperbaiki moda transportasi umum untuk masyarakat. Agar pemakaian kendaraan pribadi tak semakin banyak, maka transportasi umum harus ramah pada masyarakat.
- Memperbanyak ruang terbuka hijau, khususnya wilayah perkotaan.
- Penanaman kembali pohon-pohon yang tinggi dalam menyerap karbon
- Menggandeng akademisi untuk kampanye aksi iklim
Posting Komentar
Posting Komentar