Masjid tua Palopo adalah masjid Jami' Palopo yang sudah berdiri dari abad ke-17. Bahkan di tahun 2012, masjid ini mendapat penghargaan sebagai masjid tertua yang paling baik. Baik dari segi design hingga teknik pembuatan masjid.
Menarik banget ya, sobat yusri. Saya sendiri baru tahu jika masjid ini sudah lama dijadikan sebagai bangunan budaya yang wajib dilestarikan. Sejarah masjid tua Palopo ini memang sangat menarik untuk dikulik dan diceritakan pada anak cucu. Penasaran bagaimana kisahnya? Yuk simak terus yaa.
Sejarah Masjid Jami Palopo dapat ditelusuri kembali ke abad ke-17. Pada saat itu, Palopo masih menjadi pusat kerajaan yang diperintah oleh seorang raja yang bernama Datu Luwu. Pada masa itu, agama Islam mulai masuk ke Palopo dan menjadi agama yang berkembang pesat di wilayah tersebut.
Datu Luwu sendiri juga dikenal sebagai seorang raja yang toleran terhadap agama dan kepercayaan lainnya. Ia membangun masjid pertama di Palopo pada tahun 1625 yang diberi nama Masjid Al-Malik. Masjid tersebut dibangun di bawah pengaruh seorang ulama dari Makkah yang bernama Syekh Yusuf bin Abdullah. Masjid Al-Malik tersebut merupakan salah satu masjid yang paling awal dibangun di Sulawesi Selatan.
Namun, pada tahun 1744, Masjid Al-Malik hancur karena terbakar. Pada tahun yang sama, Raja Palopo yang berkuasa saat itu, Datu Suppa, memerintahkan untuk membangun kembali masjid tersebut. Masjid yang baru dibangun ini diberi nama Masjid Jami Palopo. Masjid ini memiliki arsitektur yang sangat unik dan menarik.
Sejuk, ini kesan pertama kali ketika memasuki masjid Jami tua Palopo. Meski sedang terik dan sekelilingnya penuh dengan asap kendaraan bermotor. Maklum, masjid tua Palopo ini memang terletak di perempatan jalan tengah kota.
Tapi, kesan sejuk bukanlah hal yang satu-satunya menarik dari masjid tua Palopo ini. Apa saja daya tarik lainnya?
Jujur saja, baru kali ini saya mengunjungi bangunan yang arsitekturnya sangat unik. Apalagi, masjid tua Palopo adalah bangunan peninggalan masa lalu yang budayanya masih sangat kental. Agama Islam sendiri baru masuk dan budaya lainnya masih memiliki banyak pengaruh, terutama Jawa dan Tiongkok.
Berdasarkan denah dasar, masjid Jami' Palopo berbentuk segi empat yaitu berukuran 15x15 meter. Tidak memiliki serambi dan terbuat dari batu padas (andesit) serta tidak didirikan diatas tiang-tiang kolong.
Ditengah dinding masjid bagian depan terdapat mihrab yang pintunya seperti ladam kuda dengan tinggi 1.92 meter dan lebar 1.02 meter. Bentuk ladam kuda ini katanya juga ditemukan pada pintu masuk makam raja-raja Luwu. Mihrab ini biasanya digunakan sebagai imam untuk bediam diri sebelum memulai shalat.
Pada bagian depan mimbar terdapat sebuah paduraksa dengan hiasan kala makara. Hiasan tersebut menyerupai gunungan makam dan penuh dengan ukiran lidah api yang distilir menyerupai sulur-sulur dedaunan yang keluar dari wadah semacam kendi. Dibawah mimbar inilah konon katanya terdapat makam sang arsitek masjid ini sendiri yaitu Pong Mante atau Fung Mante yang berasal dari Tana Toraja.
Jendela berjumlah 20 buah, masing-masing 7 buah di dinding sebelah utara dan sebelah selatan dan 6 buah di sisi timur. Sisi barat tidak berjendela, tapi memiliki lubang-lubang ventilasi udara yang berjumlah 12 buah.
Enam buah jendela di sisi timur inilah yang menandakan 6 rukun iman dalam agama Islam sedangkan 20 buah jendela identik dengan sifat-sifat wajib Allah.
Awlanya saya melihat tiang ini agak heran sebab dibungkus oleh kaca. Ternyata ada sebab musabab kenapa tiang utama masjid sampai diperlaukan seperti itu. Tiang utama masjid terbuat dari pohon kayu lokal yang bernama cina gori.
Saking masyarakat menganggap tiang utama tersebut sakral makanya sering dicungkil dan dijadikan sebagai jimat. Akhirnya, untuk melindungi keutuhan kayu, pemerintah sepkat untuk melindunginya dengan kaca. Tapi, kondisi begini memang membuat tiang jadi jauh lebih menarik.
Masjid tua Palopo memang memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Salah satu contohnya adalah adanya tradisi membersihkan masjid yang dilakukan oleh masyarakat sekitar setiap tahunnya pada bulan Syawal. Selain itu, masjid juga sering dijadikan sebagai pusat kegiatan sosial, seperti pengajian, bazar, dan acara pernikahan.
Menarik banget ya, sobat yusri. Saya sendiri baru tahu jika masjid ini sudah lama dijadikan sebagai bangunan budaya yang wajib dilestarikan. Sejarah masjid tua Palopo ini memang sangat menarik untuk dikulik dan diceritakan pada anak cucu. Penasaran bagaimana kisahnya? Yuk simak terus yaa.
Sejarah Masjid Tua Palopo
Sejarah Masjid Jami Palopo dapat ditelusuri kembali ke abad ke-17. Pada saat itu, Palopo masih menjadi pusat kerajaan yang diperintah oleh seorang raja yang bernama Datu Luwu. Pada masa itu, agama Islam mulai masuk ke Palopo dan menjadi agama yang berkembang pesat di wilayah tersebut.
Datu Luwu sendiri juga dikenal sebagai seorang raja yang toleran terhadap agama dan kepercayaan lainnya. Ia membangun masjid pertama di Palopo pada tahun 1625 yang diberi nama Masjid Al-Malik. Masjid tersebut dibangun di bawah pengaruh seorang ulama dari Makkah yang bernama Syekh Yusuf bin Abdullah. Masjid Al-Malik tersebut merupakan salah satu masjid yang paling awal dibangun di Sulawesi Selatan.
Namun, pada tahun 1744, Masjid Al-Malik hancur karena terbakar. Pada tahun yang sama, Raja Palopo yang berkuasa saat itu, Datu Suppa, memerintahkan untuk membangun kembali masjid tersebut. Masjid yang baru dibangun ini diberi nama Masjid Jami Palopo. Masjid ini memiliki arsitektur yang sangat unik dan menarik.
Daya Tarik Masjid Jami Tua Palopo
Sejuk, ini kesan pertama kali ketika memasuki masjid Jami tua Palopo. Meski sedang terik dan sekelilingnya penuh dengan asap kendaraan bermotor. Maklum, masjid tua Palopo ini memang terletak di perempatan jalan tengah kota.
Tapi, kesan sejuk bukanlah hal yang satu-satunya menarik dari masjid tua Palopo ini. Apa saja daya tarik lainnya?
1. Berasal Dari Abad Ke-17
Berdirinya dan sejarah masjid tua Palopo ini memang sangat erat dengan awal mula penyebaran agama Islam di Sulawesi Selatan. Dimulai dari tahun 1603 masehi, ada 3 orang ulama yang berasal dari Minangkabau yang berlabuh di Luwu yang saat ini bernama Muara Dusun Muladimeng, Desa Pabbaresseng, Kecamatan Bua.
Ketiga ulama tersebut yaitu Datok Pattimang, Datuk Ri Bandang dan Datuk Di Tiro. Alhamdulillah saya sendiri sudah pernah berkunjung ke makam Datuk Di Tiro di Kecamatan Hila-hila, Bonto Bahaari, Kabupaten Bulukumba. Kapan-kapan deh diceritakan buat sobat yusri.
Nah, saat itu yang menjadi Datu Luwu adalah La Pattiware. Dan, biasa disebut sebagai masjid Jami' Palopo berdiri diatas tanah Ware' yang artinya dibangun di tengah pusat tanah Luwu.
Ketiga ulama tersebut yaitu Datok Pattimang, Datuk Ri Bandang dan Datuk Di Tiro. Alhamdulillah saya sendiri sudah pernah berkunjung ke makam Datuk Di Tiro di Kecamatan Hila-hila, Bonto Bahaari, Kabupaten Bulukumba. Kapan-kapan deh diceritakan buat sobat yusri.
Nah, saat itu yang menjadi Datu Luwu adalah La Pattiware. Dan, biasa disebut sebagai masjid Jami' Palopo berdiri diatas tanah Ware' yang artinya dibangun di tengah pusat tanah Luwu.
2. Arsitektur Yang Unik
Jujur saja, baru kali ini saya mengunjungi bangunan yang arsitekturnya sangat unik. Apalagi, masjid tua Palopo adalah bangunan peninggalan masa lalu yang budayanya masih sangat kental. Agama Islam sendiri baru masuk dan budaya lainnya masih memiliki banyak pengaruh, terutama Jawa dan Tiongkok.
Berdasarkan denah dasar, masjid Jami' Palopo berbentuk segi empat yaitu berukuran 15x15 meter. Tidak memiliki serambi dan terbuat dari batu padas (andesit) serta tidak didirikan diatas tiang-tiang kolong.
3. Atap Yang Penuh Makna
Akulturasi budaya sangat tergambar jelas pada atap masjid yang bertumpuk tiga. Bentuknya piramid seperti rumah joglo yang erat dengan budaya Jawa.
4. Mihrab
Ditengah dinding masjid bagian depan terdapat mihrab yang pintunya seperti ladam kuda dengan tinggi 1.92 meter dan lebar 1.02 meter. Bentuk ladam kuda ini katanya juga ditemukan pada pintu masuk makam raja-raja Luwu. Mihrab ini biasanya digunakan sebagai imam untuk bediam diri sebelum memulai shalat.
5. Mimbar
Di sebelah kanan mihram terdapat mimbar yang terbuat dari kayu yang di cat merah hati. Ukurannya adalah 3.27 meter dan lebar 1.12 meter. Ada 6 tiang penyangga mimbar ini dan 6 anak tangga yang menuju tempat duduk khatib.
Pada bagian depan mimbar terdapat sebuah paduraksa dengan hiasan kala makara. Hiasan tersebut menyerupai gunungan makam dan penuh dengan ukiran lidah api yang distilir menyerupai sulur-sulur dedaunan yang keluar dari wadah semacam kendi. Dibawah mimbar inilah konon katanya terdapat makam sang arsitek masjid ini sendiri yaitu Pong Mante atau Fung Mante yang berasal dari Tana Toraja.
6. Teknik Pembuatan Yang Tidak Biasa
Batu-batu yang tersusun sebagai dinding dari Majid tua Palopo ini memang diambil dari suatu daerah dengan gotong royong lalu direkatkan dengan putih telur. Ya, sobat yusri gak salah baca. Putih telur ini merupakan simbol kerekatan dari persaudaraan masyarakat Palopo.
7. Jendela Yang Religius
Jendela berjumlah 20 buah, masing-masing 7 buah di dinding sebelah utara dan sebelah selatan dan 6 buah di sisi timur. Sisi barat tidak berjendela, tapi memiliki lubang-lubang ventilasi udara yang berjumlah 12 buah.
Enam buah jendela di sisi timur inilah yang menandakan 6 rukun iman dalam agama Islam sedangkan 20 buah jendela identik dengan sifat-sifat wajib Allah.
8. Tiang Utama Masjid
Tiang utama masjid atau disebut juga sbegaia soko guru adalah salah satu dari 5 tiang yang menyangga masjid Jami'. Tinggginya sekitar 8.5 meter dengan diameter 1 meter.
Awlanya saya melihat tiang ini agak heran sebab dibungkus oleh kaca. Ternyata ada sebab musabab kenapa tiang utama masjid sampai diperlaukan seperti itu. Tiang utama masjid terbuat dari pohon kayu lokal yang bernama cina gori.
Saking masyarakat menganggap tiang utama tersebut sakral makanya sering dicungkil dan dijadikan sebagai jimat. Akhirnya, untuk melindungi keutuhan kayu, pemerintah sepkat untuk melindunginya dengan kaca. Tapi, kondisi begini memang membuat tiang jadi jauh lebih menarik.
9. Pintu Utama Masjid
Berbeda dengan masjid lainnya, masjid tua Palopo hanya memiliki satu pintu saja unutk keluar masuk. Dan, ini adalah lambang keesaan Allah.
Lokasi
Salah satu hal yang unik dari masjid tua Palopo ini adalah letaknya yang ada ditengah dan dekat dengan istana kerajaan Luwu. Dulu, raja Luwu saat itu memang menginginkan pembangunan masjid tidak jauh-jauh dari istana.
Letaknya yang ditengah memmbuat siapapun yang sedang mengunjungi kota Palopo akan sangat mudah menemukan masjid ini.
Penutup
Masjid tua Palopo memang memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Salah satu contohnya adalah adanya tradisi membersihkan masjid yang dilakukan oleh masyarakat sekitar setiap tahunnya pada bulan Syawal. Selain itu, masjid juga sering dijadikan sebagai pusat kegiatan sosial, seperti pengajian, bazar, dan acara pernikahan.
Berkunjung ke masjid tua Palopo membuat saya membuka mata lebar-lebar bahwa akulturasi budaya adalah sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari masyarakat. Dan, adanya perpaduan inilah yang membuat kita menjadi semakin erat dan lekat dengan nilai toleransi yang tinggi.
Sobat yusri, di kotamu apakah ada masjid yang bersejarah juga?
Posting Komentar
Posting Komentar