"Aku mau ke Pancasila huhuhu," ujar kakak disertai derai air mata yang tak berhenti sepanjang jalan dari rumah neneknya menuju rumah kami. Pasalnya, anak pertama kami ini ingin ikut bermain bersama sepupunya di Pancasila, salah satu taman bermain ditengah kota. Namun, hari sudah sore dan kami harus menyiapkan diri untuk masuk kerja keesokan harinya.
Saya agak deg-degan sebab kakak agak nekat jika emosinya sedang tidak stabil. Benar saja, tak lama ia menggoyangkan dirinya sehingga motor menjadi agak oleng. Saya dan suami spontan berteriak. Sembari menenangkan kakak agar tak berbuat hal serupa.
Alhamdulillah, tak jauh dari rumah, ada sebuah taman yang memang dijadikan anak-anak bermain. Kami singgah sebentar dan kakak pun akhirnya tenang dan ceria lagi.
Sejujurnya, pengalaman kecil seperti kemarin selalu membuat saya belajar bagaimana cara meningkatkan kecerdasan emosional anak. Apalagi kedua buah hati kami masih balita, jika tidak mencari tahu bisa-bisa orangtuanya juga ikut nge-reog wkwkw.
Apa Itu Kecerdasan Emosional dan Marshmellow Test
Sejak dulu, kita selalu diperkenalkan dengan IQ atau intellegence quotient. IQ ini bisa disebut dengan kecerdasan otak dan biasanya digambarkan dalam angka. Misalnya, IQ seorang ilmuwan semacam Albert Einstein itu mencapai 220. Ya, ini mah level superior.
Tapi ternyata, IQ saja tidak cukup untuk membangun kecerdasan dan komptensi seseorang. Nah, jika IQ akan menggambarkan kecerdasan otak seseorang maka kecerdasan emosional (emotional quotient) lebih daripada itu.
Menurut Goleman, kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam mengatur emosi, menjaga emosi dan mengungkapkannya melalui kesadaran diri, pengendalian diri, empati, motivasi dan keterampilan sosial.
Uniknya, kecerdasan emosional dalam bentuk pengendalian diri pernah diteliti oleh professor dari Stanford yang disebut marshmellow test. Caranya dengan membuat seorang anak menunggu dalam waktu 10 menit sementara dihadapannya disediakan marshmellow.
Selama menunggu, sang anak tak boleh sedikitpun mencicipi marshmellow tersebut. Dan, jika berhasil maka anak akan mendapat satu lagi marshmellow tambahan. Menurut hasil penelitian, hanya 30% anak yang mampu bertahan dari godaan dan sisanya makan marshmellow begitu orang dewasa keluar dan sisanya memakannya di menit ke-6 keatas.
Anak-anak ini kemudian dipantau dan terbukti bahwa anak yang mampu mengendalikan dirinya ternyata jauh lebih sukses dan sebaliknya.
Yah, meski penelitian ini kemudian mendapat berbagai kritikan namun tak mengurangi kepercayaan sedikitpun bahwa kecerdasan emosional memang sangat penting. Mau anak itu kurang mampu atau kaya, terpelajar atau bukan tapi memiliki kecerdasan emosional yang baik akan selalu membantu dirinya dalam bersikap.
Tapi, kecerdasan emosional bukan sim salabim langsung jadi. Kecerdasan emosional yang baik butuh dilatih dan dikembangkan secara terus menerus. Nah, disini saya mau sharing bagaimana cara meningkatkan kecerdasan emosional anak sejak dini berdasarkan pengalaman pribadi.
7 Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional Anak Sejak Dini
1. Identifikasi dan Label Emosi
Setiap kakak mengamuk akan sesuatu, saya biasanya membiarkan dia meluapkan hal-hal yang dirasa terlebih dahulu. Walaupun kadang hal ini juga tak berhasil ya hihi.
Baru kemudian, saya bertanya hal apa yang sedang dirasakannya saat itu. Saya pun lugas bertanya sebab anak balita belum mampu mengidentifikasi sendiri. Misalnya, kakak marah? kakak kecewa? kakak sedih?
Biasanya saya juga bertanya ketika ia dalam keadaan lain, misalnya, kakak happy? kakak senang? kakak capek?
Pilihan-pilihan pertanyaan ini kemudian dijawab dengan anggukan atau pernyataan. Alhamdulillah cara ini membuat anak kami lebih mengenali emosinya sendiri.
2. Membaca Buku Dengan Tema Emosi
Salah satu usaha kami dalam mengenalkan emosi pada anak adalah dengan membacakan buku yang bertema emosi. Alhamdulillah, seringnya dengan metode baca buku ini anak kami lebih menangkap hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat emosi, terutama dalam keadaan marah.
Kebahagiaan menjadi emak-emak jaman now adalah saat ini banyak buku cerita yang beredar dan langsung dikaitkan dengan panduan agama. Misalnya, dalam agama kami, ketika marah disarankan untuk berpindah posisi (dari berdiri jadi duduk atau sebaliknya).
Jujurly, buku ini menjadi sarana murah meriah yang juga bisa menciptakan bonding anak dan ibu lebih erat lagi.
3. Beri Teladan
Dalam hal pemberian teladan, kami pun termasuk orangtua yang masih butuh banyak belajar. Biasanya, saya memberikan waktu pada diri sendiri di 3 menit pertama. Katanya, menit-menit pertama adalah waktu yang paling krusial bagaimana mengendalikan diri terhadap situasi yang tidak enak.
Nah, jika berhasil melatihnya maka selanjutnya dipastikan mudah menyelesaikannya. Berharap, satu teladan itu menjadi contoh yang baik untuk anak-anak kami kelak.
Teladan memang bukan tentang banyaknya kita bicara dan memberikan nasihat tapi action dan tunggu hasilnya.
4. Gamifikasi
Anak usia dini suka sekali jika diberikan penghargaan atas pencapaiannya. Salah satu cara mengingkatkan kecerdasan emosional anak usia dini yang efektif adala memberikan lencana atau tanda keberhasilan setiap ia mampu melakukan emosi dengan baik.
Buatkan papan emosi dan berikan tanda atau lencana setiap dia tidak berteriak, memukul, mengucapkan terimakasih, membantu adik dan lain sebagainya. Gamifikasi ini menjadi langkah efetik agar anak memahami emosinya.
5. Bermain Peran
Ajak anak untuk bermain peran yang disukainya. Misalnya, anak saya suka sekali bermain sekolah-sekolahan. Bermain peran bisa juga menjadi cara untuk membangun kecerdasan emosinya. Melalui permainan peran, anak tidak akan merasa bahwa ia sedang belajar.
6. Latih Anak Relaksasi
Ketika sedang marah, biasanya nafas pun tak teratur. Nah, ada baiknya, mengajarkan anak mengatur nafas saat sedang tidak baik-baik saja. Lakukan itu saat anak dalam kondisi tenang dan siap diberi arahan.
7. Bangun Empati
Kakak terluka? Kakak sakit?
Ini adalah pertanyaan yang coba saya lakukan ketika anak jatuh atau terkena sesuatu. Respon yang diberikan membuat anak merasa dirinya sedang diperhatikan. Jika anak merasa tidak diabaikan maka empatinya akan mudah terbangun.
Penutup
Orangtua memang adalah sosok vital dalam membangun kecerdasan emosional anak. Bahkan harus dilakukan sejak usia dini agar di masa depan tak ada sebutan anak-anak yang terjebak ditubuh orang dewasa. Semoga 7 cara meningkatkan kecerdasan emosional anak sedari dini bisa menjadi inspirasi. By the way, ada cara lain dalam meningkatkan kecerdasan emosional yang kalian tahu? Boleh drop dikolom komentar ya.
Posting Komentar
Posting Komentar