Sangat wajar jika seorang ibu mengalami ketakutan saat melahirkan. Entah itu anak pertama, kedua dan seterusnya. Melahirkan memang medan jihad yang bahkan disetarakan dengan panglima perang.
Setelah melahirkan pun, seorang ibu kemudian bergelut lagi dengan bayi kecil mungil yang sepenuhnya bergantung pada dirinya. Mulai dari berjuang memberikan ASI hingga begadang di tengah malam. Seperti Kayla Natasha, tokoh didalam buku Oh, My Baby Blue yang beberapa hari kemarin sudah saya tamatkan.
Sekilas Tentang Buku Oh, My Baby Blue
Novel yang bergenre metropop ini seperti membuka kembali memori saya saat melahirkan anak pertama. Sang penulis berhasil membawa pembaca masuk kedalam ceritanya. Terutama pembaca dari kalangan emak-emak karena related sekali dengan kejadiannya.
Mulai dari kegamangan tokoh utama tetap bekerja atau tidak saat hamil, riweuhnya mencari informasi ini itu melalui mbah google hingga komentar-komentar dari lingkungan tentang bayi ataupun proses melahirkannya.
Saya sampai tidak sadar menamatkan 300-an lebih halaman dalam waktu seminggu. Ya, cerita, diksi dan tuturannya memang ringan.
Tapi, buku ini mengajarkan saya bagaimana menangani depresi post partum yang kadang disepelekan oleh lingkungan bahkan dari diri ibu sendiri.
Apa Itu Depresi Post Partum
Ketika melahirkan, bukan hanya bentuk tubuh yang berubah tapi juga hormon menjadi tidak stabil. Sensitifitas pun semakin meningkat. Penyebab ketidakseimbangan zat kimia di otak juga memicu depresi setelah melahirkan.
Kayla Natasha, tokoh utama Oh, My Baby Blue, mengalami depresi bahkan sejak sebelum melahirkan. Mulai dari kariernya yang semakin merosot saat hamil hingga keputusan caesar yang tak pernah diduga sebelumnya.
Awalnya, Kayla hanya mengira ini baby blues biasa. Mood swing yang membuatnya semakin terpuruk. Baby blues memang umum terjadi pada ibu yang baru saja melahirkan. Biasanya 2 pekan setelah melahirkan akan berhenti sendiri. Namun, perubahan moodnya semakin tak terkendali setelah satu bulan melahirkan.
Sebenarnya penyebab depresi post partum bukan hanya dipicu oleh hormon dan mood yang kurang stabil. Tapi, adanya faktor eksternal mulai dari pernah menderita depresi sebelum melahirkan, menderita gangguan bipolar, menggunakan NAPZA, kesulitan menyusui, hingga memiliki anak dengan jarak dekat di usia muda.
Perjuangan Melawan Depresi Post Partum
Beruntung, Kayla memiliki dukungan keluarga terutama suaminya yang peduli dan mau belajar. Suaminya pun konsultasi dengan rekan kerjanya yang pernah mengalami kondisi serupa dan akhirnya dikenalkan dengan salah satu psikiater.
Kadang, penyebab depresi post partum tidak bisa berhenti sebab kurangnya kesadaran dan pengetahuan atas penyakit ini. Seolah jika konsultasi dengan dokter penyakit jiwa dianggap gila. Padahal ada anjuran yang menganjurkan untuk konsultasi kejiwaan setiap 6 bulan sekali. Mirip-mirip medical check up lah.
Dari buku ini saya belajar bahwa depresi post partum ini memang harus ditangani oleh ahlinya ya sobat yusri. Ketika ada gejala yang mirip dengan apa yang sedang kita alami tak lantas kita juga mengidap penyakit yang sama. Intinya, konsultasi dulu dengan ahlinya sampai diagnosa tegak.
Posting Komentar
Posting Komentar