Pernahkah sobat yusri menyaksikan secara langsung anak-anak Gaza ditengah kekacauan negara mereka? Atau bagaimana penduduk Palestina menyambut para pelancong yang mengunjungi Al-Aqsa? Atau tentang ketegaran seorang wanita menghadapi kondisinya yang bisa saja tiba-tiba kehilangan ayah, suami atau anak-anak mereka dalam sekejap?
Jika belum, yuk sini bareng-bareng saya ikut berkelana dengan novel Rinai. Suguhan diksi dan bagaimana mendeskripsikannya membuat pembaca seolah hadir langsung di tanah para anbiya. Emang beda ya kalau penulis kawakan yang menuliskannya. Salut untuk Bunda Sinta Yudisia.
Oya, novel ini memang mengangkat kondisi Palestina secara khusus tapi juga banyak nyerempet kemana-mana. Tentang budaya Jawa, ulama-ulama besar, bahasan psikologi dan lain-lain.
Makin penasarankan?
Sekilas Tentang Novel Rinai
Namanya unik. Rinai Hujan.
Sesuai dengan karakternya yang seperti hujan. Kadang gerimis, deras bahkan kuyup. Sosok Rinai yang tergambar di novel ini memang kadang semangat, berani dan tak mudah menyerah tapi di sisi lain kadang Rinai juga kehilangan motivasi.
Tapi satu hal yang pasti. Rinai memutuskan tak mau mengalah. Tak mengalah pada falsafah hidup Jawa yang membuat perempuan harus manut, nerimo dan pasrah seperti Bunda Rafika atau tante-tantenya. Dan selalu menuntut dirinya mengalah pada kakak laki-laki pertamanya.
Ia ingin seperti dosennya, Nora Efendi, atau seniornya Amaretta yang tegas, berani, percaya diri dan mendominasi. Bagi Rinai, baik hati tapi tak punya suara itu sia-sia.
Percuma jika baik hati tapi harga dirimu terinjak-injak.
Rinai kemudian tetap berangkat ke Gaza meski bunda dan keluarganya berat hati mengikhlaskan. Entah apa yang ingin ia buktikan. Keberaniannya sebagai perempuankah? Ingin sejenak lari dari kenyataankah? Atau rasa kemanusiaankah?
Dan perjalanan ini semakin 'membelalakkan mata' Rinai. Tentang intrik-intrik di internal tim relawan. Tentang anak-anak Gaza dan harapannya. Juga tentang bunga-bunga cinta yang tumbuh mekar.
Bagaimana serunya friksi diantara relawan? Emang ada ya yang seperti itu diantara orang-orang yang katanya menngedepankan kemanusiaan? Namanya juga manusia, hal yang seperti itu pasti ada saja. Hehe.
Bagaimana kehadiran anak-anak gaza justru mampu mengobati luka Rinai? Dan Rinai pun heran, kan tujuannya ke Gaza sebagai tim trauma healing tapi kok justru dia yang diterapi? Atau bagaimana menghadapi cinta yang seolah tak mungkin?
Hihi lanjut baca sendiri ya.
Alur Cerita Yang Unik
Dihalaman-halaman awal, Bunda Sinta membuka kisah ini dengan sang tokoh utama yang sering bermimpi dengan ular. Dan melalui mimpi tersebut, lika-liku kisah Rinai pun dimulai.
Kepiawaian bunda Sinta mengaitkan satu dengan lain hal sangat mengesankan. Kadang beliau menyambungkan dengan kejadian masa lalu, lalu mengaitkan dengan interpretasi mimpi dari pakarnya hingga membawa pembaca pada keramahan kota Gaza.
Pembaca dibuat terlempar kesana kemari dengan alur yang maju mundur. Tapi ini bukan jenis alur yang dalam satu bab mengupas cerita yang sama seperti di buku Perjalanan Mustahil Samiam Dari Lisboa. Maksudnya, biasanya ada buku yang ketika menceritakan masa lalu maka satu bab itu penuh dengan kisah tokohnya di kehidupan sebelumnya.
Jadi, pembaca perlu fokkus dengan jalan cerita dan mengingat nama tokoh-tokohnya dengan baik. Hehe.
Namun tenang saja, sebab meski alurnya terlihat tak beraturan tapi bunda Sinta mampu mengemasnya dengan indah.
Bukan Novel Cinta Yang Menye-menye
Membahas cinta di novel ini saya jadi teringat film Jepang My Happy Marriage yang sempat booming beberapa waktu lalu. Beberapa netijah menyebut film teresbut adalah film Jepang versi syariah.
Film yang dibintangi Tatsuko itu memang film romantis tapi tak sekalipun mengumbar kata-kata cinta didalamnya. Tak menghamburkan adegan sentuhan sedikitpun.
Tapi bisa jadi ini juga jenis romantisme yang lain.
Cukup perhatian. Tatapan mata. Juga awkward yang kadang bikin gemas. Hehe
Nah, novel Rinai juga sudah pasti ada unsur bunga-bunganya. Tapi seperti My Happy Marriage, jenis romatisme yang dihadirkan juga jauh dari kesan cinta menye-menye.
Makin tertarik kan buat baca? Hehehe.
Rinai, Novel Seru Berbau Psikologi
Banyak yang mengatakan bahwa novel Rinai termasuk kategori 'berat'. Dan saya setuju. Hehe. Jejalan istilah-istilah psikologi membuat pembaca awam seperti saya pasti mengernyitkan dahi.
Ego involvement. Booklet record. Intelligence Structure test. WAIS. Tes Binet.
Duuh.
Kalau bukan karena ceritanya yang mengalir dan renyah, mungkin novel ini masih teronggok begitu saja di lemari buku tanpa saya tamatkan.
Ya, meski istilah-istilah psikologi itu memusingkan kepala tapi kasus-kasus yang dicontohkan kadang membuat kepala terangguk-angguk sendiri atau bahkan menohok.
Misalnya saja, ada riset yang mengatakan bahwa anak-anak gaza yang tinggal di daerah konflik ternyata memiliki IQ diatas rata-rata. Kasus bunuh dirinya pun kecil dibandingkan negara-negara yang mengaku maju dan digdaya itu.
Ternyata segala kekacauan, perang, rentetan peluru, bom-bom itu tak membuat masyarakat gaza menyimpan luka.
Unik ya.
Itulah hebatnya karya sastra. Ia mampu menyusup pada segala hal, masa lalu maupun masa depan. Dan, meski berupa fiksi, sastra tetap mampu menyimpan bayangan kebenaran.
Tentang Gaza Di Novel Rinai
Saya tahu novel ini dibuat ketika saat itu Palestina sedang dibombardir lagi oleh Israel. Dan bunda Sinta sendiri memang baru saja mengunjungi kota 3 agama tersebut.
Agar kenangannya tak lenyap, maka bunda Sinta menuliskan Rinai. Tapi meski ceritanya jenis fiksi, banyak fakta-fakta yang diselipkan oleh penulis.
Misalnya saja keramahan masyarakat Palestina dalam menjamu tamu. Optimisme anak-anak Gaza meski konflik ini belum ketahuan ujungnya seperti apa.
Juga ketegaran para wanita Palestina yang membuat bulu kuduk merinding. Mereka harus siap kapan saja kehilangan suami, ayah, dan anak-anak mereka.
Lalu kedekatan mereka dengan Al-quran. Salah satu hal yang membuat mereka selama ini begitu tangguh, ikhlas juga berjiwa kuat adalah Al-quran.
Katarsis utama yang selalu membuat mereka percaya bahwa Allah tak akan pernah meninggalkan mereka. Inilah ramuan kebahagiaan hakiki penduduk Palestina.
Quote-quote Menarik Dari Rinai
Banyak sekali quote menarik dari novel ini. Ya, bunda Sinta memang bergitu cermat memilih diksi. Nah ini dia beberapa quote yang semakin membuat penasaran.
Yuk Buruan Baca
Novel rinai mungkin bukan jenis novel yang tamat dalam sekali duduk. Ketokohan yang kuat serta diksi-diksi pilihan yang membuat novel ini semakin matang. Saya sendiri merasa kaya ilmu setelah membaca novel ini.
Rinai adalah fiksi yang membangkitkan kesadaran hati, jiwa serta membangunkan akal. Ya, membaca novel ini memang bikin kenyang sekaligus merasa lapar haha. Siap-siap saja makan nasi porsi kuli pasca menamatkan Rinai. Wkwkw.
Sepertinya abis baca buku ini selain lapar saya juga bakalan kekeringan air mata.
BalasHapusYa Allah Apalagi membayangkan kondisi saudara kita di Gaza sana, lihat di tv berita begitu gencar tapi PBB seolah diam saja menurut mata
Doa terbaik kita semua diijabah Tuhan
Aamiin...
Novel yang inspiratif dan berkesan banget sepertinya ya, Kak.
BalasHapusSinta Yudisia selalu mengemas fiksinya berdasar riset, jadi ada fakta, sejarah pun unsur psikologi karena Beliau seorang psikolog. Dulu sering baca cerbung karya Beliau di majalah UMMI (ya ampun ketahuan umur kwkwkw)
BalasHapusPasti apik ini novel RINAI...jadi penasaran baca juga:)
Kezel dengan komen-komen orang di medsos yang bilang, ngapain ngurusin Gaza, wong negara sendiri aja repot. Duh... Ini urusan kemanusiaan lagiii...
BalasHapusSerem, miris, marah, semua berkecamuk baca berita tentang Gaza. Novel ini jadinya faksi yah, fiksi tetapi berdasarkan data sesungguhnya.
Jadi pengen baca deh...
Menarik banget asli. Aku ga nyangka ada penulis lokal yang nulis soal Gaza ini. PAdahal cukup tebal 400 halaman, curiga ga ngebosenin
BalasHapusCerita tentang Gaza tak ada habisnya. Apalagi banyak cerita menggugah jiwa dimana cerita ini bukan hanya sekadar fiksi. menarik untuk dibaca nih
BalasHapusAku baca novel Rinai ini sudah lama sekali si hampir sepuluh tahun sekali, sudah hampir lupa juga jalan ceritanya tapi seingatku memang tentang Gaza ya,
BalasHapusJadi pengen baca kembali novel Rinai nih
Asa gak asing sama penulisnya yaa..
BalasHapusBunda Shinta Yudisia ini yang sering membagikan karyanya di google playbook secara gratis bukan ya...
Gak mudah menuliskan tentang Gaza. Apalagi bagi yang belum pernah. Akan sangat tergambarkan sekali melalui buku Novel Rinai.
Terima kasih atas resensinya. Baru tahu ada novel ini. Penulisnya tentu punya keahlian meriset mendalam ya. Apalagi juga menggunakan istilah-istilah psikologi. Berpadu dengan konflik dan romantika yang gak menye-menye.
BalasHapusMasyaAllah novel yang mengingatkan akan Palestina dan keberanian mereka. Jadi pengen baca juga deh
BalasHapusIya luar biasa MasyaAllah para penduduk Gaza itu orang-orang terkuat di muka bumi. Tauhidnya juara banget
BalasHapusNamanya unik ya, Rinai. Saya sudah lama tidak membaca novel, tapi sepertinya ini menarik. Membaca Gaza, saya malah teringat kondisi Gaza saat ini :(( Semoga Allah melindungi orang2 di Palestina, Aamiin
BalasHapuswah belum sempat baca buku mbak Sinta yang ini saya padahal dulu sempat pinjam di ipusnas. memang sih mungkin karena latar belakang penulisnya yang psikologi kadang tulisannya agak berat untuk dicerna
BalasHapus