"Mi, tolong bacatan," begitu suara cadel anak kedua kami sembari menyodorkan sebuah buku. Bacatan maksudnya bacakan ya sobat yusri. Hihi.
Bicaranya memang masih cadel namun lancar dan sudah bisa merangkai kalimat. Yap, inilah salah satu manfaat mengenalkan buku sejak dini pada anak-anak yang saya rasakan.
Sejak kecil mereka sudah kami biasakan dengan membaca buku dan harapannya bisa menumbuhkan minat baca anak sejak dini.
Sobat yusri ada yang mempunyai harapan yang sama?
Mengkhawatirkan Minat Baca Indonesia
Rasanya bahagia sekali saat kemarin membaca berita bahwa PT KAI bekerjasama dengan toko buku Gramedia meluncurkan perpustakaan mini di stasiun-stasiun. Beberapa buku menarik dipajang dan juga disediakan buku digital. Seni rupa Popomangun menambah ciamik dekorasi perpustakaan mini tersebut.
Tujuannya tentu membuat para pengguna kereta yang sedang menunggu atau dalam perjalanan bisa menggunakan waktu luangnya untuk membaca. Ya, seperti orang-orang di Jepang itu.
Ditengah pemberitaan bahwa minat baca anak Indonesia sebesar 0,01 persen dimana artinya dari 10.000 anak Indonesia hanya 1 orang yang suka membaca, kabar ini jadi angin segar.
Saya sendiri merasa beruntung sebab sedari kecil sudah terpapar oleh buku. Dulu saya ingat dibelikan buku kisah-kisah nabi, lalu dongeng rakyat hingga buku yang bisa didengar melalui kaset.
Pun ketika sudah beranjak remaja, saya mengenal Lima Sekawan dan Sapta Siaga-nya Enid Blyton. Lalu Harry Potter, majalah Annida.
Orangtua juga bahkan berlangganan koran Kompas setiap hari. Dan saya selalu menunggu koran hari minggu sebab ada lanjutan cerpen yang saya ikuti.
Disuguhi buku adalah kemewahan yang menyenangkan buat saya dari orangtua. Dan saya juga ingin memberikan kemewahan yang sama pada anak.
Tapi, saya kembali bertanya pada diri sendiri, apa mungkin menumbuhkan minat baca anak ditengah gempuran internet? Anak-anak kami sebagai generasi alpha bahkan sudah mendapat julukan sebagai native digital sebab sudah terpapar teknologi sejak di kandungan.
Namun, sejak membaca buku-buku Litara Foundation, kekhawatiran saya teratasi. Terbitan Litara ternyata seseru itu. Saya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Tujuannya tentu membuat para pengguna kereta yang sedang menunggu atau dalam perjalanan bisa menggunakan waktu luangnya untuk membaca. Ya, seperti orang-orang di Jepang itu.
Ditengah pemberitaan bahwa minat baca anak Indonesia sebesar 0,01 persen dimana artinya dari 10.000 anak Indonesia hanya 1 orang yang suka membaca, kabar ini jadi angin segar.
Saya sendiri merasa beruntung sebab sedari kecil sudah terpapar oleh buku. Dulu saya ingat dibelikan buku kisah-kisah nabi, lalu dongeng rakyat hingga buku yang bisa didengar melalui kaset.
Pun ketika sudah beranjak remaja, saya mengenal Lima Sekawan dan Sapta Siaga-nya Enid Blyton. Lalu Harry Potter, majalah Annida.
Orangtua juga bahkan berlangganan koran Kompas setiap hari. Dan saya selalu menunggu koran hari minggu sebab ada lanjutan cerpen yang saya ikuti.
Disuguhi buku adalah kemewahan yang menyenangkan buat saya dari orangtua. Dan saya juga ingin memberikan kemewahan yang sama pada anak.
Tapi, saya kembali bertanya pada diri sendiri, apa mungkin menumbuhkan minat baca anak ditengah gempuran internet? Anak-anak kami sebagai generasi alpha bahkan sudah mendapat julukan sebagai native digital sebab sudah terpapar teknologi sejak di kandungan.
Namun, sejak membaca buku-buku Litara Foundation, kekhawatiran saya teratasi. Terbitan Litara ternyata seseru itu. Saya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Sebagai seorang ibu yang suka bercerita, buku litara jadi solusi praktis dan nyaman berkisah tentang kebaikan pada anak.
Sudah lama saya mengenal buku-buku Litara melalui aplikasi Let's Read. Biasanya saya membacakan pada anak-anak jika usianya sudah lebih dari 2 tahun.
Kenapa setelah usia 2 tahun?
Salah satu pertimbangannya adalah meminimalisir interaksi mereka dengan smartphone.
Buku bacaan yang tersedia ternyata sangat beragam. Bahkan pengguna bisa memilih sesuai dengan bahasa dan tema yang diinginkan.
Tapi, ada satu efek samping yang menjadi masalah. Sebabnya anak-anak jadi malah bablas main handphone.
Pusyiing yaa. Inginnya mengenalkan fungsi gadget yang lain pada anak-anak tapi malah beralih lagi ke youtube.
Akhirnya saya menggunakan buku fisik lagi pada mereka. Belum saatnya mengenalkan pada mereka buku digital. Nantilah ya ketika agak besar.
Lalu mulailah mencoba buku Litara. Sebenarnya buku-buku Litara bisa didownload dan diprint sendiri ya, tapi saya ingin mencari sensasi yang berbeda.
Ada beberapa hal yang membuat saya merekomendasikan buku-buku Litara
Saya tumbuh dengan komik-komik seperti Doraemon, Inuyasha, Detective Conan, Detective Q, Miiko dan berbagai lainnya. Dulu saya bahkan hafal komik apa yang terbit di hari apa.
Saya bela-belain membeli mulai dari harga 7000 rupiah hingga 15.000 rupiah.
Cerita bergambar memang punya kekuatannya sendiri. Bahkan penelitian dari universitas Michigan menegaskan bahwa cerita bergambar berpengaruh pada perkembangan anak.
Melalui cerita bergambar, anak-anak bisa merasakan emosi apa yang tengah dialami pelaku dalam cerita.
Cerita bergambar juga bisa menyampaikan maksud dan tujuan cerita dengan jelas.
Gambar dalam buku-buku Litara juga unik dan punya kekuatan dalam menghantarkan sebuah cerita. Anak-anak yang belum bisa membaca dapat meraba apa yang sedang terjadi dalam cerita dan menghubungkan kisahnya.
Litara sendiri fokus memberi buku bacaan yang bermutu pada anak-anak Indonesia sehingga buku-buku tak hanya beragam tapi juga berjenjang.
Saya jatuh cinta pada buku-buku Litara karena adanya pelevelan buku ini. Orangtua jadi mudah memilih buku untuk anak.
Misalnya, saat kakak usia 2 tahun, dia senang sekali dibacakan buku Titi dan Tata sang anak ayam. Buku tersebut memang dikhususkan untuk anak pembaca pemula dengan rentang usia 2-3 tahun dan masuk dalam kategori level 1.
Bahasanya mudah. Ceritanya ringan. Jumlah katanya sedikit dan ilustrasinya menyenangkan. Tak heran jika anak kami minta dibacakan terus.
Setiap jenjang yang berbeda akan mengalami peningkatan. Entah di jumlah kata atau tema yang semakin berbobot.
Adanya level cerita yang membuat saya tertarik dengan buku Litara. Cerita yang berlevel ini memudahkan orangtua untuk memilih buku untuk anak.
Disini anak akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan bahasanya dan perlahan menumbuhkan minat baca anak sejak dini.
Alasan berikutnya saya jatuh cinta dengan buku-buku litara adalah mampu mengangkat tema-tema inklusi yang masih belum banyak dituliskan untuk anak.
Seperti buku Aku Suka Caramu, sang tokoh utama adalah anak disabilitas dengan memiliki keterbatasan pada penglihatannya.
Di buku ini anak belajar bahwa tidak semua orang terlahir sama dengan dirinya. Dan sebuah perbedaan bukanlah alasan untuk tidak menyukai seseorang.
Duh, suka banget dengan pilihan tema unik ini.
Ketika buku Litara sampai pertama kali ke rumah, saya tidak punya ekspektasi bahwa ukurannya sebesar A4. Yap, ukuran besar ini ternyata membuat pembaca terutama anak semakin nyaman.
Tak hanya itu, tulisannya pun besar dengan ilustrasi yang menyenangkan. Perlahan-lahan anak-anak jadi mudah meraba setiap huruf.
Ah, semoga ini juga menjadi jalan untuk menumbuhkan minat baca anak sejak dini.
Saya percaya bahwa membaca itu sebuah proses sepanjang hayat. Makanya saya selalu berusaha menumbuhkan minat baca anak sejak dini. Salah satunya dengan menyuguhkan mereka dengan ragam buku yang menarik seperti Litara.
Sobat yusri, ada yang sudah membaca juga buku fisik Litara?
Menumbuhkan Minat Baca Anak Melalui Litara
Kenapa setelah usia 2 tahun?
Salah satu pertimbangannya adalah meminimalisir interaksi mereka dengan smartphone.
Buku bacaan yang tersedia ternyata sangat beragam. Bahkan pengguna bisa memilih sesuai dengan bahasa dan tema yang diinginkan.
Tapi, ada satu efek samping yang menjadi masalah. Sebabnya anak-anak jadi malah bablas main handphone.
Pusyiing yaa. Inginnya mengenalkan fungsi gadget yang lain pada anak-anak tapi malah beralih lagi ke youtube.
Akhirnya saya menggunakan buku fisik lagi pada mereka. Belum saatnya mengenalkan pada mereka buku digital. Nantilah ya ketika agak besar.
Lalu mulailah mencoba buku Litara. Sebenarnya buku-buku Litara bisa didownload dan diprint sendiri ya, tapi saya ingin mencari sensasi yang berbeda.
Ada beberapa hal yang membuat saya merekomendasikan buku-buku Litara
Kekuatan Cerita Bergambar
Saya tumbuh dengan komik-komik seperti Doraemon, Inuyasha, Detective Conan, Detective Q, Miiko dan berbagai lainnya. Dulu saya bahkan hafal komik apa yang terbit di hari apa.
Saya bela-belain membeli mulai dari harga 7000 rupiah hingga 15.000 rupiah.
Cerita bergambar memang punya kekuatannya sendiri. Bahkan penelitian dari universitas Michigan menegaskan bahwa cerita bergambar berpengaruh pada perkembangan anak.
Melalui cerita bergambar, anak-anak bisa merasakan emosi apa yang tengah dialami pelaku dalam cerita.
Cerita bergambar juga bisa menyampaikan maksud dan tujuan cerita dengan jelas.
Gambar dalam buku-buku Litara juga unik dan punya kekuatan dalam menghantarkan sebuah cerita. Anak-anak yang belum bisa membaca dapat meraba apa yang sedang terjadi dalam cerita dan menghubungkan kisahnya.
Terdapat Level Cerita
Litara sendiri fokus memberi buku bacaan yang bermutu pada anak-anak Indonesia sehingga buku-buku tak hanya beragam tapi juga berjenjang.
Saya jatuh cinta pada buku-buku Litara karena adanya pelevelan buku ini. Orangtua jadi mudah memilih buku untuk anak.
Misalnya, saat kakak usia 2 tahun, dia senang sekali dibacakan buku Titi dan Tata sang anak ayam. Buku tersebut memang dikhususkan untuk anak pembaca pemula dengan rentang usia 2-3 tahun dan masuk dalam kategori level 1.
Bahasanya mudah. Ceritanya ringan. Jumlah katanya sedikit dan ilustrasinya menyenangkan. Tak heran jika anak kami minta dibacakan terus.
Setiap jenjang yang berbeda akan mengalami peningkatan. Entah di jumlah kata atau tema yang semakin berbobot.
Adanya level cerita yang membuat saya tertarik dengan buku Litara. Cerita yang berlevel ini memudahkan orangtua untuk memilih buku untuk anak.
Disini anak akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan bahasanya dan perlahan menumbuhkan minat baca anak sejak dini.
Beragam Pilihan Tema Unik
Alasan berikutnya saya jatuh cinta dengan buku-buku litara adalah mampu mengangkat tema-tema inklusi yang masih belum banyak dituliskan untuk anak.
Seperti buku Aku Suka Caramu, sang tokoh utama adalah anak disabilitas dengan memiliki keterbatasan pada penglihatannya.
Di buku ini anak belajar bahwa tidak semua orang terlahir sama dengan dirinya. Dan sebuah perbedaan bukanlah alasan untuk tidak menyukai seseorang.
Duh, suka banget dengan pilihan tema unik ini.
Ukuran Buku
Ketika buku Litara sampai pertama kali ke rumah, saya tidak punya ekspektasi bahwa ukurannya sebesar A4. Yap, ukuran besar ini ternyata membuat pembaca terutama anak semakin nyaman.
Tak hanya itu, tulisannya pun besar dengan ilustrasi yang menyenangkan. Perlahan-lahan anak-anak jadi mudah meraba setiap huruf.
Ah, semoga ini juga menjadi jalan untuk menumbuhkan minat baca anak sejak dini.
Penutup
Saya percaya bahwa membaca itu sebuah proses sepanjang hayat. Makanya saya selalu berusaha menumbuhkan minat baca anak sejak dini. Salah satunya dengan menyuguhkan mereka dengan ragam buku yang menarik seperti Litara.
Sobat yusri, ada yang sudah membaca juga buku fisik Litara?
Posting Komentar
Posting Komentar