Sebenarnya akhir-akhir ini saya dan beberapa teman sering sekali mendiskusikan mengenai sekolah-sekolah yang effortnya cukup tinggi demi memenuhi harapan orangtua murid. Terkadang tuntutan itu berlebihan sehingga justru membuat para orangtua lupa akan tugas utamanya sebagai pendidik anak.
Seperti yang dikatakan Ki Hadjar Dewantara, sang Bapak Pendidikan, bahwa pendidikan berawal dari keluarga. Orangtua dan keluarga yang lebih mempunyai tanggung jawab untuk menuntun anaknya menjadi manusia yang beradab dan unggul.
Belakangan ini saya dan suami memang cukup aware dengan beberapa sekolah sebab sulung kami akan masuk taman kanak-kanak. Meski pilihan untuk home education alias unschooling itu tetap ada tapi kami ingin memberikan pengalaman baru untuk kakak.
Mengenang Sosok Ki Hadjar Dewantara
Ternyata begini ya rasanya mencarikan anak sekolah yang tepat untuknya. Pantas saja, beberapa sharing teman mengatakan bahwa mencari sekolah yang tepat untuk anak itu gampang-gampang sulit.
Tapi, kami bersyukur dengan pilihan sekolah di daerah kami yang masih terhitung jari. Tidak kebayang kota-kota besar yang menawarkan puluhan model sekolah yang visinya berbeda-beda.
Yah, meski tetap saja kami harus ingat nasihat dari Ki Hadjar Dewantara bahwa pendidikan pertama dan utama bagi anak berawal dari rumah.
By the way, siapa sih yang tidak mengenal Ki Hadjar Dewantara? Beliau adalah menteri pendidikan dan kebudayaan pertama di Indonesia.
Perjuangannya terhadap pendidikan Indonesia sudah tak terhitung. Dimulai sejak negeri kita masih terjajah Belanda hingga 74 tahun kemerdekaan.
Ki Hadjar Dewantara sendiri lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889 dan wafat di kota yang sama pada 26 April 1959. Kelahiran beliaulah yang menjadi penanda Hari Pendidikan Nasional yang bertepatan dengan hari ini.
Sosok ini bernama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat dan merupakan aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis (masyaallah ya aktivis jaman dulu itu, kemampuan menulisnya jempol), politisi dan pelopor pendidikan khususnya untuk kaum pribumi.
Gelar Radennya tentu sudah menunjukkan jika Ki Hadjar adalah sosok bangsawan yang diperbolehkan untuk sekolah di sekolah dasar khusus Eropa lalu melanjutkan ke STOVIA, sekolah dokter bumiputera.
Namun, beliau tetap berjuang untuk kaumnya agar mendapat pendidikan yang sama. Saluut.
Beliau pun mendirikan Pendidikan Taman Siswa yang menjadi sekolah formal pertama untuk kaum pribumi saat itu.
Pendidikan dan Ki Hadjar Dewantara
Bahkan sudah bergelar Pahlawan Nasional di era Soekarno.
Selain itu, perjuangan beliau yang lain adalah membentuk Komite Bumiputera tahun 1913 sebagai bentuk protes bagi Belanda yang ingin memperingati kemerdekaannya dan Prancis.
Ada tiga semboyan Ki Hadjar Dewantara yang menjadi dasar pendidikan yaitu Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani.
Sobat yusri, acungkan tangan yang dulu hafal di luar kepala 3 semboyan tersebut. Hehe.
Semboyan yang paling melekat itu tentu saja Tut Wuri Handayani ya sebab dibordir pada lambang dan harus ditempel di seragam sekolah. Ada yang relate?
Menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Jika ada yang bertanya apa tujuan pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara maka jawabannya ada diatas.
Pernyataan tersebut harusnya membuat para orangtua sadar bahwa orang yang paling bertanggungjawan pada pendidikan anak serta orang yang akan menuntun mereka adalah orangtua.
Kehadiran orangtua dirumah, bukan hanya fisik tapi juga hati dan kesadaran, membuat kebutuhan dasar anak yaitu asah, asih, asuh dapat terpenuhi.
Tapi, bagaimana jika sudah terlanjur?
Menurut pakar parenting, Bunda Elly Risman, tak ada kata terlambat. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Namun, tentu saja ada effort lebih dibandingkan dengan orangtua yang sudah sadar sedari awal. Cuman tetap enjoy aja biar tidak terlalu terbebani.
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk membangun kembali pendidikan dari rumah adalah
1. Orangtua yang terus menerus belajar
Ada yang mengatakan bahwa menjadi orangtua adalah proses pembelajaran seumur hidup. Dan saya sepakat.
Sayangnya, menurut Bunda Elly lagi, di negeri tidak ada sekolah yang menyiapkan diri kita untuk menjadi orangtua. Sehingga, para suami istri memang perlu belajar lagi.
Apalagi ada copy parenting yang bisa terjadi secara sadar ataupu tidak sadar. Copy parenting ini adalah pola asuh yang meniru gaya pengasuhan orangtua.
Biasanya tidak jauh beda antara pola asuh kita terhadap anak dan pola asuh orangtua kita dulu terhadap anak-anaknya.
Nah, jika ada pola asuh yang negatif kudu dibuang. Dan tentu saja ini tak mudah sehingga orangtua perlu semakin mendekatkan dirinya pada Tuhannya.
2. Memohon petunjuk
Tak ada tempat yang lebih baik untuk memohon petunju selain pada Allah. Orangtua perlu meningkatkan spiritualitas, membertebal azzam, mencari lingkungan atau teman yang kondusif dan belajar tiada henti.
Setelah ikhtiar selanjutnya adalah tawakkal pada hasil akhirnya. Semoga Allah ridho.
Penutup
Tak ada orangtua yang tak mengusahakan yang terbaik untuk anaknya, betul ya sobat yusri? Selalu ada cara untuk kembali menguatkan pendidikan keluarga yang berasal dari rumah. Mengenang sosok Ki Hadjar Dewantara ini menjadi salah satu cara yang tepat.
Selamat Hari Pendidikan Nasional.
memohon petunjuk setiap hari kepada yang empunya kehidupan :')
BalasHapus