yusriahismail.com

Kurikulum Waldorf: Menumbuhkan Pengetahuan, Seni dan Spiritual Anak

Sobat yusri, sudah menentukan ingin mengikuti kurikulum homeschooling yang mana? Kurikulum montessori, Charlotte Mason atau Unschooling?

Tenang saja, masih ada kurikulum waldorf yang juga bisa menjadi rujukan keluarga homeschooler. Ada yang sudah mendengar metode ini?

Jujur, saya sendiri juga baru mendengarnya setelah mengulik-ngulik berbagai macam kurikulum homeschooling. Biar pusing, tapi hitung-hitung nambah ilmu baru. Hehe.

Nah, seperti apa sejarah Waldorf sendiri? Dan metode Waldorf seperti apa sih?
kurikulum waldorf

Sejarah Waldorf


Seorang berkebangsaan Austria bernama Rudolf Steiner yang pertama kali menggagas kurikulum Waldorf. Dan, Waldorf sendiri adalah nama sekolah yang pertama kali didirikannya.

Beliau tak hanya seorang pendidik, namun juga penulis dan filsuf.

Btw, kebanyakan penggagas kurikulum homeschooling ini adalah seorang filsuf ya dan pastinya taat terhadap agama yang diyakininya.

Kurikulum Waldorf sendiri sebenarnya sudah lahir lebih dari seabad yang lalu dan sudah diterapkan di berbagai negara.

Namun, metode ini baru booming di Indonesia belakangan. Apalagi saat anak-anak pendiri Google, Apple, Yahoo, juga e-Bay sekolah dengan basis metode Waldorf.

Lucu juga sih sebab para petinggi teknologi papan atas justru menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah yang menjauhkan diri dari teknologi sementara anak-anak lain di berbagai belahan dunia malah menggunakan teknologi mereka sejak dini.

Hiks, miris ya sobat yusri.

Lalu, apa yang menarik dari kurikulum Waldorf ini?

Apa itu metode waldorf


Konsep utama pendidikan ini adalah bentuk penghargaan pada anak sebagai manusia. Anak kecil tidak hanya dipandang sebagai anak yang tidak memiliki peran apa-apa namun sebagai seorang manusia utuh yang punya kehendak.

Steiner berpendapat bahwa manusia adalah makhluk spiritual dan harus mendapat pendidikan secara holistik supaya bisa menjalankan amanatnya di bumi ini.

Dan untuk mencapai tujuan itu, Steiner membagi tahapan manusia menjadi 3 tahap penting. Tiap tahapan ini menjadi periode penting manusia dimana ada perubahan besar yang terjadi, baik secara intelektual, emosional, jasmani maupun spiritual.

1. Tahap 0-7 tahun


Aktivitas yang paling penting dalam tahap ini adalah bagaimana mengenali dan mengeksplorasi lingkungan mereka dengan baik. Hal ini menjadi utama sebab anak kecil membutuhkan keyakinan bahwa dunia yang ditinggalinya itu aman dan nyaman. Dan, ini kelak menjadi sumber dalam kemandirian dan kepercayaaan diri anak.

Maka, ajaklah anak-anak sesering mungkin berkenalan dengan alam bebas, menjelajahi hubungan sosial dan mengembangkan imajinasinya.

Selain mengeksplorasi lingkungan, para pendidik seperti orangtua ataupun guru perlu memberikan teladan yang baik. Usia 0 sampai 7 tahun adalah masa-masa anak meniru siapapun yang dilihatnya. Menirukan setelah melihat berulang kali dan akhirnya merekapun ikut melakukan hal yang sama.

So, penting sekali orangtua memperlihatkan sikap dan akhlak yang baik dan bisa ditiru anak.

Yap, seperti keyakinan saya parenting bukan tentang mendidik anak tapi mendidik diri sendiri. Betul sobat yusri?
sekolah waldorf di indonesia

2. Tahap 7-14 tahun


Anak-anak di usia ini mulai diajak untuk mengenal rasa dan mengolahnya. Atau istilahnya adalah feeling. Metodenya adalah dengan mengembangkan hati melalui imajinasi.

Maka, di tahap ini, anak-anak yang menggunakan kurikulum Waldorf biasanya memperkaya diri mereka dengan bacaan atau storytelling. Baik itu dongeng, fabel, mitos dan biografi para tokoh sejarah yang mengubah dunia.

Salah satu cara mengembangkan kegiatan ini juga dengan mengintegrasikannya pada drama, gerak, warna-warni dan musik sehingga setiap materi bisa hidup di hati anak.

Wah, saya jadi terbayang anak-anak yang bikin pentas drama saat di sekolahnya. Mungkin terinspirasi dari metode Waldorf juga ya.

3. Tahap 14-21 tahun


Pada tahap ini, anak mengalami kemandirian inteletual. Ketika tahap 1 dan 2 terpupuk dengan baik maka anak akan mengembangkan akal yang kreatif.

Masa-masa ini anak bisa menentukan pembelajarannya sendiri namun tetap dengan bimbingan dari orangtua atau para ahli.

Paling pas jika di tahap ini anak-anak bertemu dengan sosok-sosok luar biasa dan mendapatkan pengalaman langsung. Bagian ini langsung terbayang project based learning anak-anak homeschooling yang sudah berpengalaman.

Filosofi Waldorf

metode waldorf
By the way, tiga tahap metode Waldorf ini mengingatkan kita pada perkataan cara mendidik anak ala Ali bin Abi, r.a ya. Sejalah juga dengan teori perkembangan Jean Peaget dan ahli perkembangan anak lainnya.

Nah, satu hal lagi yang menarik dari Waldorf adalah filosofinya. Steiner menjelaskan bahwa manusia memiliki tiga poros yang harus dikembangkan, yaitu tangan, hati, kepala.

Atau disebut juga dengan istilah threefold human being.

1. Tangan termasuk kaki berada di poros bawah dimana melambangkan tentang aktivitas, berkegiatan dan bekerja yang dipimpin oleh kehendak atau willing.

Bagian ini bisa diperkuat ketika anak-anak masih berusia dini dengan sering diajak bermain di alam. Contohnya memanjat pohon, mendaki bukit, merasakan tektur tanah dan alam dan lain sebagainya.

2. Hati ada di poros tengah yang merujuk pada sistem ritmik, pernapasan, peredaran darah dan juga pencernaan. Dimana hal tersebut adalah tempat untuk mengolah rasa (feeling).

Untuk itulah, anak-anak dengan usia 7-14 tahun memperkuat hal ini dengan memperkaya bacaan lalu diintegrasikan dengan drama, menarik dan aktivitas seni.

3. Kepala berasa di poros atas dimana melambangkan aktivitas berpikir atau thinking.

Pada usia 14-21 tahun, anak-anak memiliki otoritas menentukan pembelajaran dan menggunakan kekuatan berpikirnya untuk memecahkan suatu masalah.

Contoh Kurikulum Waldorf


Ada 3 hal yang selalu selaras dalam pembelajaran dengan kurikulum Waldorf yaitu ritme, repetisi dan rasa takzim.

Ritme yaitu kegiatan yang selaras dengan kehidupan anak sehari-hari. Kemudian repetisi adalah hal yang dilakukan berulang sehingga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari anak kemudian rasa takzim yaitu menaruh hormat atau makna pada hal-hal yang sedang dikerjakan.

Dalam masa pendidikan anak, Steiner meyakini bahwa ada 3 hal yang seharusnya menjadi kegiatan ini dan saling selaras yaitu ilmu pengetahuan, seni dan spiritual. Ketiga hal ini merupakan bagian tak terpisahkan.

Penutup


Makin menarik atau makin pusing nih sobat yusri setelah baca-baca tentang kurikulum Waldorf? Hehe. Atau bertanya-tanya, duh keluargaku cocoknya pakai Montessori, Charlotte Mason atau Unschooling ya?

Jangan keburu bingung ya, sebab saya masih mau mengulas kurikulum homeshooling lainnya. Sobat yusri boleh banget baca metode cambridge sebagai rujukan juga.
Yusriah Ismail
A Lifestyle Blogger, Read Aloud Certified and Parenthing Enthusiast

Related Posts

16 komentar

  1. Ternyata banyak juga kurikulum homeschooling ini ya, Mbak. Termasuk kurikulum Waldorf. Dan saya suka sekali metode dari hati-tangan-kepala. Terus pembagian usia itu bagus sekali. Jadi bisa disesuaikan pembelajarannya dengan usia anak.

    BalasHapus
  2. Semakin kesini semakin banyak metode dan kurikulum untuk pendidikan anak. Kurikulum wardolft baru di blog mbak ini saya bacanya, sungguh sangat menambah wawasan saya sebagai ibu untuk referensi pendidikan anak

    BalasHapus
  3. Metode Waldorf, terbilang lenih kompleks ya, karena ada 3 tahapan yg bahkan diterapkan sampai usia remaja.

    BalasHapus
  4. Aku lihatnya sih justru karena mereka paham pentingnya ilmu dan skill lain sebelum masuk ke teknologi. Sekelas bos Yahoo dll pasti udah punya perencanaan matang untuk pendidikan anak-anaknya.

    BalasHapus
  5. Wah mulai pusing aku mbaaak, karena aku cuman kenal Montessori yang lagi ramai dibicarakan. Ternyata kurikulum banyak banget ya, tapi boleh banget ini sebagai referensi. Miris juga ya sebagai penemu teknologi, justru malah menjauhkan dari teknologi. Ayo mbak bahas kurikulum yg lain lagi.

    BalasHapus
  6. Intinya pendidikan akhlak alias karakter baik itu emang wajib diberikan sejak usia 0 tahun ya
    Semakin bertambah tumbuh kembang anak, semakin bisa ia memilah mana yang baik dan buruk

    BalasHapus
  7. pembagian usia seperti itu memang memudahkan sih ya dalam pembelajaran. jadi bisa disusun kegiatan yang memang disesuaikan dengan usia dan perkembangan anak

    BalasHapus
  8. Kalo menurutku memang semua model kurikulum anak ini pada dasarnya sama yaitu memaksakan potensi anak sejak usia dini sebagai pondasi ke rentang usia selanjutnya. Cuma memang beda secara teori, ada dasar penelitian ilmiahnya, dan selalu ada ciri khas seperti Montessori dengan aparatus dan filosofinya, Charlotte Mason dengan living book, dll.

    BalasHapus
  9. Kalau gak salah, Kurikulum Waldorf ini diterapkan di salah satu sekolah di Bandung.
    Namanya TK dan Playgroup Jagad Alit Waldorf dan SDnya juga dengan nama yang sama. Memang sekolahnya fun banget siih.. Yang paling aku gak bisa lupa, mereka mengadakan kelas literasi yang bikin anak-anak bisa ketagihan membaca.
    Salut banget.

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul mba, referensiku kemarin itu Jagad Alit..keren banget yaa

      Hapus
  10. Ternyata banyak pilihan ya, jd bisa makan beragam sdsuai kebutuhan dan kondisi si anak, keren lab yg anaknya pada homeschooling gt

    BalasHapus
  11. Setiap keluarga punya metode pilihan mereka masing-masing dalam mendidik anak, ya. Saya baru tau tentang kurikulum Waldorf ini, bagus juga jadi rekomendasi mendidik anak, ya.

    BalasHapus
  12. Wah, pengetahuan baru lagi nih. Ternyata kurikulum homeschooling ada banyak ya..seperti kurikulum Waldorf ini.

    BalasHapus
  13. Wah baru tahu nih ada metode dengan kurikulum waldorf.. kalau di indonesia apakah sudah ada skeolah yang menerapkan kurikulum ini ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. sudah banyak kayaknya mba, salah satunya TK Jagad Alit di Bandung

      Hapus
  14. Wah, kurikulum wardolf mengajarka banyak hal penting dengan fokus pada tiga poin utamanya yaitu ritme, repetisi dan rasa takzim

    BalasHapus

Posting Komentar