Biar tak mengapa
Rela rela rela aku relakan
Rela rela rela aku rela
Dulu, saya tak suka lagu ini. Pasalnya di tengah keheningan siang yang biasa menidurkan, suara musik dangdut dengan tempo sendu ini tiba-tiba membelah udara.
Gemanya berasal dari rumah bapak kost kami, menyelusup lewat jendela-jendela yang setengah terbuka. Meski sendu, dangdut koplo jelas mengguncang suasana.
Mau tak mau pikiran saya melayang ke panggung Pantura yang penuh energi dan kehangatan.
Untung saja bapak kos tidak sampai teriak,
“TARIIK MAAANGG!!!
Bagi bapak kos dan para penikmat dangdut, memutar lagunya bukan sekadar menyalurkan emosi namun menghidupkan kembali kenangan dan merasakan hangatnya kedekatan dengan kisah hidup yang sederhana dan nyata.
Matahari Surabaya yang membakar genting-genting rumah dan menyisakan lekuk-lekuk bayangan di dinding yang retak tak jua menghentikan upaya bapak kos kami memutar dangdut. Ah, tapi mungkin saja memutar lagu dangdut adalah upayanya mengusir rasa panas.
Meski kejadiannya bertahun-tahun yang lalu, saya masih ingat jelas bait demi bait nya. Juga cengkok khas sang penyanyi, Bang Meggy Z. Meski tak semua suka dengan lagu dangdut, namun dangdut juga punya kekuatan sendiri bahkan bagi mereka yang tak ingin menikmatinya.
Dulu, saya menganggap lagu ini hanya sebuah kidung biasa. Namun ketika merasakan sakit gigi sesungguhnya, rasanya seperti rintik hujan yang tak kunjung reda dan mengetuk-ngetuk di tepian gigi. Menyusup perlahan, menusuk hingga sumsum tulang, seperti kenangan pahit yang enggan pergi.
Saya jadi bertanya-tanya, memangnya ada yang rela sakit gigi demi sakit hati?
Malam itu saya sibuk memegang pipi yang sakit sembari sesekali mengerang. Sedari tadi hanya bolak balik di tempat tidur.
Ingin memejamkan mata tapi gusi ini terus berdenyut, bagai lonceng tua yang terus berdentang. Ada rasa panas mengalir dari pipi ke pelipis, seakan ada bara kecil yang bersarang di sana.
Belum lagi seluruh aktivitas akan menjadi sangat menyakitkan. Mau berbicara tapi malas. Mau makan tapi sudah ketakutan sisa makanan akan terselip diantara gigi. Mata pun mengerjap-ngerjap tak keruan sebab sakitnya sudah sampai ke puncak kepala.
Sayangnya, waktu seakan tak pernah mau kompromi. Ah, sakit gigi ini memang seperti kutukan.
Namun, ketika suami menawarkan ke dokter gigi, saya berpikir sejenak. Ada 3 hal yang kemudian menjadi alasan untuk menunda-nunda pergi ke klinik gigi.
Pertama saya lagi hamil dan biasanya tak boleh sembarang cabut gigi atau minum obat. Kedua adalah pengalaman yang buruk tentang dokter gigi. Dan ketiga tentang perawatannya yang tidak cukup sekali datang.
Ketiga hal ini membawa kecemasan tersendiri bagi saya pribadi atau lebih dikenal dengan dental anxiety.
Datang tidak ya? Datang tidak ya?
Seandainya saja keputusan diambil semudah menghitung kancing baju. Nyatanya pengalaman buruk selalu membuat saya ketar ketir mendatangi klinik gigi. Terutama jika membayangkan bor gigi yang suaranya membuat ngilu dan bau klinik yang mendatangkan trauma tersendiri.
Apalagi sejauh ini saya pun belum menemukan klinik yang bikin #GAKTAKUTLAGI untuk berobat gigi.
Namun, apakah dental anxiety seperti ini hanya milik saya seorang diri?
Saya tidak sendirian mengalami dental anxiety.
Beberapa jurnal yang saya baca pun memang menunjukkan bahwa hampir kebanyakan masyarakat enggan mendatangi klinik gigi.
Saya pun penasaran dan akhirnya melakukan survei kecil-kecilan mengenai kecemasan seorang ibu ketika mendatangi dokter gigi. Respondennya berasal dari berbagai daerah dengan menyasar ibu pada rentang usia 30-50 tahun.
Ibu atau perempuan adalah kaum yang rentan mengalami permasalahan pada gigi karena beberapa faktor.
Faktor terbesar karena adanya perubahan hormonal ketika menstruasi, hamil, melahirkan, dan menopause. Faktor lainnya yaitu kerentanan mengalami osteoporosis yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.
Hasil survei menunjukkan bahwa dari 26 responden, sebanyak 69.2% persen merasa was-was dan cemas ketika mendatangi dokter gigi.
Saya jadi bertanya-tanya, memangnya ada yang rela sakit gigi demi sakit hati?
Sakit Gigi Adalah Patah Hati Terbesar
Ibaratnya gigi itu hanya tumbuh sekali, ketika hilang maka gigi palsu sebagai penggantinya pun tak bisa mendatangkan kenyamanan yang sama.
Malam itu saya sibuk memegang pipi yang sakit sembari sesekali mengerang. Sedari tadi hanya bolak balik di tempat tidur.
Ingin memejamkan mata tapi gusi ini terus berdenyut, bagai lonceng tua yang terus berdentang. Ada rasa panas mengalir dari pipi ke pelipis, seakan ada bara kecil yang bersarang di sana.
Belum lagi seluruh aktivitas akan menjadi sangat menyakitkan. Mau berbicara tapi malas. Mau makan tapi sudah ketakutan sisa makanan akan terselip diantara gigi. Mata pun mengerjap-ngerjap tak keruan sebab sakitnya sudah sampai ke puncak kepala.
Sayangnya, waktu seakan tak pernah mau kompromi. Ah, sakit gigi ini memang seperti kutukan.
Namun, ketika suami menawarkan ke dokter gigi, saya berpikir sejenak. Ada 3 hal yang kemudian menjadi alasan untuk menunda-nunda pergi ke klinik gigi.
Pertama saya lagi hamil dan biasanya tak boleh sembarang cabut gigi atau minum obat. Kedua adalah pengalaman yang buruk tentang dokter gigi. Dan ketiga tentang perawatannya yang tidak cukup sekali datang.
Ketiga hal ini membawa kecemasan tersendiri bagi saya pribadi atau lebih dikenal dengan dental anxiety.
Datang tidak ya? Datang tidak ya?
Seandainya saja keputusan diambil semudah menghitung kancing baju. Nyatanya pengalaman buruk selalu membuat saya ketar ketir mendatangi klinik gigi. Terutama jika membayangkan bor gigi yang suaranya membuat ngilu dan bau klinik yang mendatangkan trauma tersendiri.
Apalagi sejauh ini saya pun belum menemukan klinik yang bikin #GAKTAKUTLAGI untuk berobat gigi.
Namun, apakah dental anxiety seperti ini hanya milik saya seorang diri?
Mengenal Dental Anxiety dan Penyebabnya
TIDAK.
Saya tidak sendirian mengalami dental anxiety.
Beberapa jurnal yang saya baca pun memang menunjukkan bahwa hampir kebanyakan masyarakat enggan mendatangi klinik gigi.
Saya pun penasaran dan akhirnya melakukan survei kecil-kecilan mengenai kecemasan seorang ibu ketika mendatangi dokter gigi. Respondennya berasal dari berbagai daerah dengan menyasar ibu pada rentang usia 30-50 tahun.
Ibu atau perempuan adalah kaum yang rentan mengalami permasalahan pada gigi karena beberapa faktor.
Faktor terbesar karena adanya perubahan hormonal ketika menstruasi, hamil, melahirkan, dan menopause. Faktor lainnya yaitu kerentanan mengalami osteoporosis yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.
Hasil survei menunjukkan bahwa dari 26 responden, sebanyak 69.2% persen merasa was-was dan cemas ketika mendatangi dokter gigi.
Kecemasan ini memang memiliki alasan yang berbeda-beda. Menurut survey, ada 7 alasan kenapa seorang perempuan memiliki dental anxiety.
1. Rasa sakit selama perawatan
Saraf gigi termasuk bagian tubuh yang sangat sensitif, terutama bagian pulpa (bagian dalam gigi). Ketika ada tindakan maka saraf ini bisa terstimulasi dan menyebabkan rasa nyeri.
Selain itu tindakan gigi biasanya menyentuh jaringan tulang lunak seperti gusi dan pipi bagian dalam yang apabila tergesek atau tertarik akan menyebabkan sakit.
Belum lagi gigi dengan kasus berlubang atau abses yang memang cukup sensitif ketika ada tekanan atau intervensi alat-alat medis. Dan rasa sakit inilah membuat calon pasien semakin menghindari klinik gigi.
2. Biaya perawatan yang mahal
Seringkali saya dengar bahwa biaya perawatan gigi memang cukup mahal. Apalagi jika pasien menolak untuk menggunakan Badan penyelenggara Jaminan Kesehatan atau BPJS sebab prosedurnya lama dan antrian panjang. Sehingga mereka memilih jalur pintas namun tarifnya mahal.
Pun jika menggunakan BPJS, biasanya ada pengobatan yang tidak ditanggung apabila tindakannya kompleks.
3. Pengalaman buruk di masa lalu
Beberapa ibu di survey bercerita bahwa ada kenangan buruk yang mereka dapatkan ketika berobat ke dokter gigi. Mulai dari perawatnya yang kurang empati hingga dokternya yang membuat trauma.
Segala trauma buruk ini akhirnya membuat perempuan-perempuan tersebut enggan berobat ke klinik gigi.
4. Takut terhadap alat-alat di dokter gigi
Alat-alat pengobatan gigi memang cukup mengerikan untuk dilihat. Misalnya saja bor yang ukurannya kecil namun dapat membuat gigi ngilu.
Bayangan alat-alat tersebut masuk ke dalam mulut, memang cukup mengerikan.
5. Suntikan anestesi
Ada dua hal yang biasanya membuat seseorang cemas terhadap suntikan anestesi yaitu ketakutan akan jarum suntik dan kekebalannya yang tidak sama dengan orang lain. Ada jenis orang yang tidak merasa kebal hanya dengan satu kali suntik.
Ada juga yang tidak kebal-kebal seperti cerita di bawah ini
6. Rasa malu karena kondisi gigi
Tidak semua orang merasa percaya diri dengan kondisi giginya. Rasa malu inilah biasanya membuat seseorang malu untuk ke dokter gigi.
7. Kurangnya pemahaman terhadap prosedur perawatan
Ketika sakit gigi, biasanya hal yang langsung terpikirkan adalah bor-bor yang menyakitkan dan bau klinik yang membuat tidak nyaman. Jadi ketakutan terhadap alat-alat gigi tersebut membuat calon pasien overthinking dan akhirnya malas mengunjungi dokter.
Siklus Dental Fear
Hasil survey saya mengenai alasan dibalik rasa cemas mengunjungi dokter gigi pun diperkuat oleh Cohen et al dengan menghubungkan dampak antara kecemasan terhadap gigi dengan kehidupan seseorang. Siklus ini terkenal dengan sebutan siklus dental fear.
Setidaknya ada 2 hal yang akan berpengaruh yaitu dampak kognitif dan fisiologi.
Dampak kognitif akan berhubungan dengan pikiran negatif, keyakinan dan ketakutan. Dan secara signifikan mempengaruhi kesehatan umum akibat gangguan tidur. Selain itu juga berpengaruh pada interaksi sosial dan di tempat kerja. Hal ini karena munculnya perasaan rendah diri.
Dampak fisiologi akan berhubungan dengan rasa ketakutan dan perasaan lelah setelah mengunjungi dokter gigi. Makanya jangan heran ketika anjuran untuk cek gigi secara rutin per 6 bulan sekali diindahkan.
Dampak ini pun tidak hanya mencakup penghindaran tetapi juga berkaitan dengan makan, kebersihan mulut, pengobatan sendiri, menangis dan agresif.
Sayangnya dampak fisiologis ini ikut mempengaruhi didikan keluarga terhadap kesehatan gigi dan mulut. Misalnya, orang tua yang tidak membiasakan sikat gigi atau cara menyikat gigi dengan benar.
Sehingga wajar saja jika hampir sebagian besar masyarakat Indonesia menderita karies mulai dari usia anak-anak hingga dewasa.
Namun, menunda-nunda memang bukanlah pilihan terbaik. Ketika denyutnya semakin berdentang, maka tak ada pilihan selain tetap menguatkan hati berkunjung ke dokter gigi.
Ini juga jawaban responden ketika ditanyakan apakah kecemasan berpengaruh terhadap keputusan untuk pergi ke dokter gigi?
Ternyata sebanyak 56% tetap pergi meskipun ada rasa cemas.
Cara Mengatasi Dental Anxiety
Tetapi, manusia adalah makhluk yang penuh strategi. Kecemasan ini harus diatasi dengan caranya tersendiri. Ada beberapa hal yang bisa membantu dalam mengurangi kecemasan yang diuraikan responden, seperti
- Penjelasan dokter yang detail
- Penggunaan alat yang lebih modern dan minim suara
- Pendampingan keluarga saat perawatan
- Konsultasi lebih lanjut sebelum perawatan
- Musik atau klinik yang lebih nyaman
Dokter berpengalaman, teknologi canggih dan pendampingan keluarga adalah daftar teratas dalam tiga cara responden dalam mengurangi kecemasan.
Lalu saya pun bertanya-tanya, apakah ada klinik gigi yang bisa membantu ibu-ibu dalam berobat gigi tanpa rasa cemas yang berlebihan dan bikin #GAKTAKUTLAGI?
Go Away Dental Anxiety Dengan SATU Dentour
Ternyata klinik gigi SATU Dental punya jawabannya.
SATU Dental memahami dental anxiety terjadi pada hampir sebagian besar ibu-ibu sehingga lahirlah klinik gigi yang ingin memberikan layanan terbaik untuk calon pasiennya.
Klinik yang sudah memiliki 48+ cabang ini mempunyai 350+ dokter dan spesialis yang berpengalaman.
Bahkan klinik satu dental memudahkan dengan layanan satu dental stop dengan menyediakan semua jenis perawatan untuk seluruh permasalahan gigi.
Kabar baiknya, klinik gigi SATU Dental sedang mengadakan SATU Dentour yang bikin gak takut lagi berobat gigi.
Layanan SATU Dentour adalah upaya untuk mendekatkan diri pada masyarakat dengan menghadirkan klinik gigi keliling di pusat-pusat keramaian, seperti mall dan senayan. Ini pertama kalinya di Indonesia lho.
Masyarakat umumnya lebih suka mendatangi pusat keramaian yang menimbulkan bahagia dibanding klinik-klinik yang membuat kecemasan semakin bertambah, rasa sakit serta merogoh kocek yang tidak sedikit.
SATU Dentour juga menghadirkan mobil klinik gigi keliling dengan warna hijau cerah dan maskot bergambar perempuan berbaju pink sehingga masyarakat tertarik untuk berkunjung.
Selain itu, ada tiga hal yang harus membuat sobat yusri datang ke layanan SATU Dentour ini, yaitu
Salah satu kecemasan masyarakat adalah ketika konsultasi saja sudah mengeluarkan biaya, sehingga SATU Dentour hadir dengan memberikan layanan konsultasi gratis.
Calon pasien bisa bertanya sepuasnya sebelum ada tindakan lebih lanjut yang direkomendasikan dokter. Ada pilihan layanan yang bisa dipilih yaitu check up, scalling, whitening atau lainnya.
Calon pasien bisa melakukan check up gigi untuk mengetahui kondisi kesehatan giginya. Untuk itu layanan denta tour menyediakan konsultasi gigi gratis dengan para profesional.
Ini adalah kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan penjelasan detail sebelum nantinya mengetahui tindakan apa yang diperlukan.
Meski layanannya berupa mobil keliling namun tak meninggalkan kenyamanan dan profesionalisme. Mobilnya bahkan didesign agar pasien nyaman selama tindakan.
Tertarik? Nah, saya ada catatan tentang 5 langkah sebelum berkunjung ke SATU Dentour dibawah ini
1. Layanan gigi yang terjangkau
Salah satu kecemasan masyarakat adalah ketika konsultasi saja sudah mengeluarkan biaya, sehingga SATU Dentour hadir dengan memberikan layanan konsultasi gratis.
Calon pasien bisa bertanya sepuasnya sebelum ada tindakan lebih lanjut yang direkomendasikan dokter. Ada pilihan layanan yang bisa dipilih yaitu check up, scalling, whitening atau lainnya.
2. Pemeriksaan dan Edukasi Rutin
Calon pasien bisa melakukan check up gigi untuk mengetahui kondisi kesehatan giginya. Untuk itu layanan denta tour menyediakan konsultasi gigi gratis dengan para profesional.
Ini adalah kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan penjelasan detail sebelum nantinya mengetahui tindakan apa yang diperlukan.
3. Kenyamanan dan Profesionalisme
Meski layanannya berupa mobil keliling namun tak meninggalkan kenyamanan dan profesionalisme. Mobilnya bahkan didesign agar pasien nyaman selama tindakan.
Tertarik? Nah, saya ada catatan tentang 5 langkah sebelum berkunjung ke SATU Dentour dibawah ini
Catatan penting yaitu jadwal tempat SATU Dentour berubah-ubah, misalnya tanggal 25-27 Oktober ini bertempat di Trans Studio Mall Cibubur, kemudian di tanggal 7-10 November bertempat di Summarecon Mall Bekasi.
Lanjut Perawatan Gigi ke SATU Dental
Namun, jika kamu tidak sempat mengikuti SATU Dentour karena sedang sibuk atau di luar kota. Maka sobat yusri bisa langsung mengunjungi klinik SATU Dental yang ada di kota Jakarta, Tangerang, Bekasi, Cibubur, Depok, Bogor, Surabaya.
Ada beberapa keunggulan yang dimiliki oleh klinik SATU Dental untuk meredam dental anxiety para ibu yaitu
Selain itu tersedia banyak promo dan perawatan khusus untuk anak. Klinik gigi SATU Dental memang memberikan gak tanggung-tanggung dalam memberikan layanan dan fasilitas.
Penutup
Dental anxiety memang tak bisa dicegah sebab pengalaman dan lingkungan seseorang berbeda-beda. Namun kecemasan gigi bisa diredam dengan menyediakan layanan dan fasilitas terbaik untuk calon pasien.
Untuk itu Klinik gigi SATU Dental hadir dalam rangka menjawab kecemasan masyarakat. Salah satu layanannya adalah menyediakan SATU Dentour agar masyarakat #GAKTAKUTLAGI ke dokter gigi.
Wahh semoga SATU dental buka cabang juga di Malang ya. Pengen periksa gigi, ngajak anakku juga.
BalasHapusKirain dental anxiety hanya terjadi pada anak2 ternyata pada dewasa juga.
Hal lain yang membuat orang takut datang ke dokter gigi, peralatannya itu lo seperti tukang, orang jadi membayangkan haduh gigiku bakalan diapain ya
BalasHapusKalau saya nggak takut sama dokter gigi cuma emang lama nggak ke dokter gigi gara-gara nggak ada biaya. Padahal harus rutin loh check upnya tuh.
BalasHapusAlasan kenapa ga mau ke dokter gigi atau pertimbangan utama yang mempengaruhi memang masih pada soal biasa perawatan. Seperti biaya perawatan lebih mahal dari dokter umum. Tapi kalau dah mencoba dna terbiasa sebenarnya ga mahal sih. Tergantung jenis perawatannya
BalasHapusAku juga punya pengalama yang tidak menyenangkan saat ke dokter gigi. Sampai sekarang bikin takut aja, haha. Pernah mau pingsan pas mau cabut gigi, jadinya batal. Sakit gigi patah hati tebesar, bahkan buat bayanginnya saja nggak sanggup, huhu.
BalasHapusSepakat banget kak. Lebih baik sakit hati daripada sakit gigi. Sakitnya tuh bikin kita ga bs ngapa2in. Pernah sebulan lalu, gigiku kambuh di saat semua org udh tdr. Ke rumah sakit jg jauh. Klinik jg udh tutup. Akhirnya ya terpaksa pake cara tradisional mulai dr kumur dgn air garam ampe dipijitin sendiri.
BalasHapusMknya aku tuh sering kontrol ke dokter gigi. Biar nggak kambuhan tuh gigi. Apalagi kalo lagi capek badan, suka kumat.
Penasaran dgn SATU Dentour ini. Mau cek ah ke Surabaya. Mayan jg dr Kediri nih. Sekalian jalan2 ke kota.
Konsep SATU Dentour ini benar-benar unik dan inovatif! Periksa gigi sambil dapat hiburan? Siapa sangka! Ini membuktikan kalau pergi ke dokter gigi nggak harus jadi pengalaman yang menakutkan. SATU Dental, sudah membuat perawatan gigi jadi lebih menyenangkan.
BalasHapusAduh jadi keinget pas gigiku bolong kemarin :((asli rasanya udah kek mau nulis surat wasiat. Nah di malang sini ada satu dental ngga ya? Aku soalnya jg pengen buruan cabut gigi aja ini
BalasHapusHehehe, lagunya legendaris, ya. Tapi memang benar, lebih baik merawat daripada mengabaikan dan ujung-ujungnya sakit giginya sudah terlampau parah. Bagus juga ya paket yang ditawarkan oleh Satu Dentour ini.
BalasHapusWaktu denger Meggy Z ini, aku langsung batin, gak gak, mending sakit hati aja dah dari pada sakit gigi, wkwk.. Tapi kalo pun memang lebih milih sakit gigi, udah paling bener berobatnya di Satu Dentour aja, hihihi..
BalasHapus